Mitos atau Fakta Value Investing? Tes Pemahamanmu & Jadi Investor Andal!

Table of Contents
Konsep Value Investing saham

Value investing itu cara beli saham yang fokusnya ke aspek fundamental perusahaan sama harga sahamnya itu sendiri.

Mungkin kamu pernah denger istilah kayak "konservatif," "caranya Warren Buffett," "beli saham yang rasio harga-keuntungan (P/E ratio)-nya rendah," sama "buat jangka panjang" pas nanya ke orang yang main investasi soal apa sih value investing itu.

Nah, jadi sebenernya ungkapan-ungkapan tadi itu pas nggak sih buat ngegambarin value investing?

Value Investing: Soal Bisnis, Nilai, dan Bayaran

Sebelum jawab pertanyaan di atas, saya mau jelasin dulu definisi value investing secara umum ya.

Value investing itu nilai perusahaan secara keseluruhan, bukan cuma sahamnya doang, fokus ke nilai intrinsik sama laba bersih, dan bayarnya ya sesuai nilai perusahaannya.

Dari definisi itu, ada beberapa poin penting yang bisa kamu perhatiin: "beli bisnis," "nilai intrinsik," sama "bayar sahamnya jangan lebih dari nilai intrinsiknya."

Value Investing: Analisis Dalem Sebelum Beli Bisnis

Beli bisnis itu bukan berarti harus beli 50 persen atau lebih saham perusahaan yang ada lho. Maksudnya, beli satu lot saham aja udah bisa dibilang beli bisnis. Jadi, buat pakai metode ini nggak perlu nunggu punya duit banyak buat beli saham seabrek.

Pas kamu nanem duit di suatu bisnis atau usaha, banyak banget aspek yang harus dianalisis, misalnya konsep produk atau jasa yang ditawarin perusahaan, permintaan pasar, strategi bisnis, manajemen risiko, tata kelola, keuangan, optimalisasi struktur modal, sama nilai merek perusahaan.

Para value investor itu beli saham setelah nganalisis aspek-aspek tadi secara dalem. Fokusnya itu ke underlying asset di balik saham yang mau dibeli, bukan ke naik turunnya harga pasar saham harian kayak IHSG, LQ45, dan indeks lainnya.

Value investor itu jarang minta pendapat broker, komentator saham, atau dari obrolan di chat-room komunitas saham. Malah, mereka lebih dengerin pendapat orang yang kerja langsung di industrinya, pelanggan, sama ahli yang ngerti saingan perusahaan yang sahamnya lagi dianalisis.

Aspek-aspek fundamental kayak profitabilitas, produktivitas, sama struktur modal itu nggak langsung nentuin keputusan beli saham. Value investor bakal ngevaluasi prospek nilai fundamental ke depannya, bakal tetep atau makin naik.

Value Investing: Buat Jangka Panjang

Di awal tadi saya sempet singgung soal nilai intrinsik. Nilai intrinsik itu sendiri maksudnya nilai aset sama potensi untung bersih yang bisa dihasilin sama sebuah bisnis.

Dibandingin sama valuasi nilai properti atau barang antik, yang lebih ngandelin penilaian ke harga pasar sama harga barang sejenis yang udah kejual, valuasi nilai intrinsik saham itu bakal lebih ribet. Soalnya, semua data soal sales, expenses, assets, liabilities, equity, sampai cash flow itu ada dan kebuka buat publik, jadi analisis secara fundamental bisa ngasilin penilaian yang lebih akurat.

Setelah mastiin nilai intrinsiknya, value investor bakal nyambungin nilai itu sama harga pasarnya, plus mastiin duit yang dikeluarin buat beli saham itu nggak lebih dari nilai intrinsik sahamnya. Logika yang simpel dan masuk akal kan buat investasi.

Ngelirik proses beli saham yang lumayan capek pakai metode value investing, ya pastinya buat lepas atau jual saham itu, para value investor nggak bakal gampang ngelakuinnya, apalagi cuma gara-gara harga pasar saham naik turun tiap hari. Nah, ini dia yang bikin value investing banyak dihubungin sama investasi yang tujuannya jangka panjang.

Faktor dari luar kayak suku bunga bisa ngaruh ke harga sama nilai intrinsik saham, juga ke keputusan investasi, soalnya ngaruh ke biaya modal perusahaan dan juga imbal hasil di luar instrumen saham. Value investor bisa aja ngubah portofolio mereka dalam jangka pendek kalau harga pasar saham udah jauh banget di atas nilai intrinsiknya.

Salah Paham Soal Value Investing

Nah, jadi buat jawab pertanyaan apakah ungkapan-ungkapan di awal tulisan ini pas buat ngegambarin value investing, jawabannya: belum tentu!

Tak Hanya Dividen: Esensi Value Investing

Konservatif... sebutan ini dikasih ke para value investor soalnya fokusnya kebangetan sama prinsip ngurangin risiko di semua skenario ekonomi dan maksimalin balik modalnya cepet (dividen).

Tapi, beberapa perusahaan dengan nilai merek yang keren banget, posisi yang strategis, sama pertumbuhan yang luar biasa, sahamnya masuk kriteria sebagai saham yang bisa dipilih pakai value investment meskipun nggak rutin bagi dividen.

Jadi, bisa dibilang semua investasi yang konservatif itu ya value investments, tapi nggak semua value investments itu konservatif.

Value Investing Tak Selalu Soal PER Rendah

BUMI, PNIN, ADMF, ANDI, dan lain-lain itu saham dengan price to earning ratio (PER) rendah di bawah rata-rata pasar. Tapi, apa ini artinya saham-saham itu fundamentalnya bagus, jadi layak dibeli pakai cara value investment? Ya nggak juga!

Jadi, walaupun PER itu salah satu alat buat nyaring saham dengan konsep value investing, tapi jelas masih banyak aspek fundamental lainnya sama tata kelola manajemen yang masih perlu dianalisis dan diitung sebelum jadiin saham sebuah perusahaan itu layak dibeli.

Value Investing: Adaptasi di Era Disrupsi

Mindset value investor itu beli saham sebuah bisnis seolah-olah saham itu bakal di-hold selamanya, sama kayak bisnis yang dibangunnya sendiri.

Tapi, seiring majunya teknologi dan banyaknya perusahaan startup yang getol bikin inovasi yang nge-disrupsi, siklus bisnis sekarang jadi jauh lebih singkat dibanding sepuluh sampai dua puluh tahun lalu.

Pernah nggak kamu bayangin perusahaan yang jadi perantara antara yang nyediain jasa sama end user itu valuasinya bisa berkali-kali lipat dibanding perusahaan yang udah mapan banget dan jadi market leader, bahkan sampai "ngancurin" bisnis si market leader itu.

Dari fakta di atas, value investor zaman sekarang, meskipun tetep pegang teguh sama analisis fundamental dan mindset "buy to hold forever"-nya, tetep perlu hati-hati sama bisnis dan perubahan pasarnya, plus selalu waspada dan siap jual bisnisnya kalau asumsi-asumsi yang dijadiin dasar buat beli saham itu berubah.

Tes Pemahaman: Kupas Tuntas Mitos & Fakta Value Investing!

Gimana? Setelah kita sama-sama ngebongkar beberapa salah paham umum soal value investing tadi, sekarang jadi makin tercerahkan dong ya, hehe. Biar ilmunya makin nancep di kepala dan nggak gampang goyah sama 'katanya-katanya' di luar sana, gimana kalau kita uji pemahaman sebentar?

Saya udah siapin kuis singkat model 'Mitos atau Fakta' nih, khusus seputar value investing, berdasarkan poin-poin penting yang baru aja kita bahas bareng. Nggak ada nilai jelek atau bagus kok, yang penting kamu jadi makin yakin sama konsep yang bener dan bisa ngebedain mana yang cuma omongan angin. Yuk, langsung aja dijajal biar makin greget!

🤔 Kuis Mitos vs. Fakta Value Investing 🤔

Siap menguji pemahamanmu? Ada beberapa pernyataan nih. Tentukan apakah itu Mitos atau Fakta berdasarkan apa yang udah kita bahas!

Penutup

Value investing itu nekenin aspek fundamental perusahaan sama harga sahamnya. Investor nilai nilai intrinsik bisnis, bukan cuma lembaran saham, dan cuma bayar harga saham sesuai sama nilai-nilainya.

Dengan cara ini, investor nge-nilai secara lengkap nilai intrinsik aset perusahaan sama laba bersihnya sekarang dan juga buat ke depannya.

Analisis dalem dilakuin ke profitabilitas, produktivitas, sama struktur modal perusahaan. Selain nilai fundamental, prospek masa depan juga dipertimbangin, dengan fokus ke investasi jangka panjang dan minim dampak dari harga yang naik turun tiap hari.

Nggak semua investasi konservatif itu value investing, dan nggak semua saham dengan P/E ratio rendah itu layak diinvestasiin. Investor harus siap adaptasi sama perubahan pasar dan bisnis, meskipun dasarin keputusan ke analisis fundamental.

Segitu dulu ya tulisan saya soal konsep value investing di investasi saham.

Ardya
Ardya Accountant. Financial Consultant. Blogger
Ad
📚 This Week's Must-Reads! Cekidot, Guys! 📚

Advertisement

Advertisement

Promosi

🧠 Buka Rahasia Uang di The Psychology of Money!

Kaya bukan soal pintar, tapi soal perilaku. Buku fenomenal ini bongkar cara berpikir orang sukses soal uang—dan bisa jadi game-changer hidupmu.
Eksklusif dari Gramedia Official Store!