Aset Tak Berwujud: Akuntansi & Amortisasinya + Galeri Ghaib!

Aset tak berwujud itu aset yang dipunya perusahaan tapi nggak ada wujud fisiknya. Gampangnya sih, aset ini nggak bisa dipegang, diraba, diliatin (diterawang), dibanting, dipukul, apalagi dicium.
Contoh aset tak berwujud itu kayak paten, hak cipta, merek dagang, waralaba, sama goodwill.
Aturan Akuntansi untuk Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud itu dilaporin di neraca sebesar harga belinya ditambah biaya-biaya lain pas beli aset itu, misalnya biaya broker, biaya legal, sama biaya ke pemerintah.
Aset tak berwujud dibagi jadi dua jenis: yang umurnya nggak terbatas sama yang umurnya terbatas.
Kalau aset tak berwujud umurnya terbatas, perusahaan perlu nyebar biaya perolehannya selama umur aset itu, caranya sama kayak depresiasi di aset tetap yang ada wujudnya.
Jadi, kalau di aset tetap berwujud proses nyebar biayanya namanya depresiasi, di aset sumber daya alam (SDA) namanya deplesi, nah kalau di aset tak berwujud proses nyebar biayanya itu namanya amortisasi.
Biasanya sih, aset tak berwujud diamortisasi pakai metode garis lurus (straight line method).
Buat aset tak berwujud yang umurnya nggak terbatas, biayanya nggak perlu diamortisasi.
Pencatatan Akuntansi Aset Tak Berwujud: Hak Paten (Patent)
Dikutip dari situs HKI, paten itu perlindungan buat karya intelektual yang sifatnya teknologi, atau biasa disebut juga invensi. Di Indonesia, masa berlaku paten itu 20 tahun atau 10 tahun buat paten sederhana.
Aset tak berwujud yang bentuknya hak paten itu bisa dialihin ke orang lain.
Paten bisa diamortisasi sesuai umur legalnya atau sesuai perkiraan umur ekonomisnya.
Nah, buat nyatet akuntansinya, jangka waktu yang dipakai itu yang paling pendek.
Biar kebayang cara nyatet akuntansi buat paten, anggap aja Januari 2021, PT XYZ bayar hak paten buat penemuan "zepelin wireless speaker" total biayanya 80 juta. Perkiraan umur patennya 5 tahun.
Buat itu, PT XYZ nyatet perolehan hak patennya kayak gini:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Paten | 80 juta | |
Kas | 80 juta |
Karena perkiraan umur ekonomisnya 5 tahun, jadi beban amortisasi tahunannya itu 16 juta (80 juta / 5 tahun).
Jadi, PT XYZ nyatet beban amortisasi paten buat tahun 2021 kayak gini:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Beban Amortisasi | 16 juta | |
Paten | 16 juta |
Pencatatan Akuntansi Aset Tak Berwujud: Hak Cipta (Copyrights)
Aset tak berwujud bentuknya hak cipta itu dikasih ke penulis, pelukis, pencipta lagu, sama artis-artis lainnya.
Nilai buat dapetin hak cipta itu diitung dari biaya bikin karyanya ditambah biaya publikasi sama biaya legal buat dapetin hak ciptanya.
Selain itu, hak cipta juga bisa didapetin dengan beli dari orang lain. Kalau gitu, nilai perolehannya ya sebesar biaya-biaya yang dikeluarin buat dapetin hak cipta itu.
Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2014, jangka waktu hak cipta itu selama hidup penciptanya ditambah 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia.
Tapi, kalau hak cipta dipunya sama badan hukum, perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak tanggal diumumin.
Soal hak cipta, seringnya sih, umur ekonomisnya jauh lebih pendek dari umur legalnya. Makanya, hak cipta diamortisasi dalam waktu yang relatif pendek.
Anggap aja tanggal 10 Januari 2021 PT ABC beli putus hak cipta lagu dengan total biaya 100 juta. Perkiraan umur ekonomisnya selama 10 tahun.
Buat itu, PT ABC bikin catetan kayak gini:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Hak Cipta | 100 juta | |
Kas | 100 juta |
Kalau soal jual beli hak cipta, berdasarkan UU nomor 28 tahun 2014, hak cipta yang dibeli pihak ketiga, setelah lewat 25 tahun, bakal otomatis balik lagi ke pemilik aslinya.
Artinya, umur legal dari hak cipta itu 25 tahun. Tapi, karena perkiraan umur ekonomisnya 10 tahun, jadi amortisasi buat hak cipta yang dibeli PT ABC itu selama 10 tahun (pakai yang paling pendek).
Beban amortisasi per tahun buat hak cipta itu 10 juta (100 juta : 10 tahun).
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Beban Amortisasi | 10 juta | |
Hak Cipta | 10 juta |
Pencatatan Akuntansi Aset Tak Berwujud: Merek Dagang (Trademark)
Merek dagang itu aset tak berwujud perusahaan bentuknya nama sama simbol yang dipakai buat ngenalin produk atau perusahaan.
Berdasarkan pasal 28 UU nomor 15 tahun 2001, perlindungan buat merek dagang itu selama 10 tahun sejak tanggal diterima dan bisa diperpanjang lagi.
Kalau merek dagang dibeli dari orang lain, nilai perolehannya ya sebesar biaya beli buat dapetin merek dagang itu.
Tapi, kalau merek dagang dikembangin sendiri, nilai perolehannya itu sebesar biaya-biaya yang dikeluarin buat bikin merek itu.
Anggap aja PT Raja Boga ngembangin sendiri merek dagang buat produk tepung barunya dengan biaya pengembangan kayak gini:
Biaya Pengembangan Produk | Total |
---|---|
Biaya desain | 3 juta |
Biaya pendaftaran | 4 juta |
Biaya legal | 4 juta |
Biaya konsultan | 2 juta |
Entri jurnal buat perolehan merek dagang dari produk tepung itu adalah:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Merek Dagang | 13 juta | |
Kas | 13 juta |
Merek dagang nggak diamortisasi soalnya umur merek dagang itu nggak terbatas (indefinite), jadi nggak perlu entri buat amortisasi tahunan merek dagang.
Pencatatan Akuntansi Aset Tak Berwujud: Waralaba (Franchise)
Waralaba itu kontrak kerja yang ngasih hak ke orang atau perusahaan buat jual produk dan jasa dari yang punya hak waralabanya.
Yang punya hak waralaba namanya franchisor, nah yang beli haknya namanya franchisee.
Contoh bisnis dengan sistem waralaba itu Alfamart, KFC, Es Teler 77, Kebab Turki Baba Rafa, Sabana Fried Chicken, dan lain-lain.
Aset tak berwujud bentuknya waralaba ini didapetin dengan bayar sejumlah duit langsung (lump-sum) ke franchisor.
Kalau umur waralabanya terbatas, akun waralaba itu perlu diamortisasi. Tapi, kalau nggak terbatas, ya nggak perlu diamortisasi.
Anggap aja Januari 2021 PT Cepat Saji beli waralaba buat jual produk dari Sahara Fried Chicken selama 5 tahun. Biaya lump-sum yang dikeluarin di awal itu 40 juta dan biaya tahunannya 2 juta.
Jurnal buat transaksi itu adalah:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Waralaba | 40 juta | |
Kas | 40 juta |
Tiap tahun, sampai umur ekonomisnya habis, buat nyatet amortisasi sama biaya tahunan waralaba, entri jurnal yang perlu dilakuin PT Cepat Saji itu kayak gini:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Beban Amortisasi* | 8 juta | |
Waralaba | 8 juta | |
*(40 juta : 5) | ||
Beban Waralaba | 2 juta | |
Kas | 2 juta |
Pencatatan Akuntansi Aset Tak Berwujud: Goodwill
Aset tak berwujud yang nilainya paling gede di neraca perusahaan biasanya itu goodwill.
Apa sih yang dimaksud dengan goodwill?
Biar gampang jelasin soal goodwill, coba deh liat contoh kasus ini.
Ada toko grosir yang udah lama berdiri dan sukses banget. Tenaga penjualnya profesional dan berdedikasi, reputasinya bagus dan nggak ada cacatnya, plus lokasinya strategis banget.
Toko itu punya nilai pasar 5 miliar dan utang 1 miliar. Artinya, gampangnya, nilai pasar bersihnya itu 4 miliar.
Ngelirik peluang bisnis yang oke, kamu nyoba beli toko grosir itu seharga nilai pasar bersihnya, yaitu 4 miliar.
Kira-kira yang punya toko mau nggak ya nerima tawaranmu?
Jawabannya hampir pasti nggak!
Kenapa?
Soalnya yang punya toko tahu banget, tokonya itu bukan cuma aset sama utang doang, tapi jauh lebih berharga dari itu.
Toko dia itu bisnis yang sukses banget dan mesin cetak laba yang jago. Perlu waktu bertahun-tahun buat bangun reputasinya. Jadi, kalau dijual, harga jualnya bukan cuma harga fisik asetnya aja, tapi juga termasuk faktor yang nggak kelihatan, kayak reputasi sama bisnis yang udah mapan.
Nah, faktor yang nggak kelihatan ini nih yang namanya goodwill.
Jadi, anggap aja yang punya toko itu setuju jual tokonya seharga 7 miliar. Artinya, 4 miliar (5 miliar - 1 miliar) itu aset berwujud, sedangkan sisanya yang 3 miliar itu aset tak berwujud atau goodwill.
Goodwill = Harga yang dibayar - Nilai pasar wajar dari aset bersih
Biar kebayang cara nyatet akuntansi buat goodwill, anggap aja PT XYZ beli aset bersih PT ABC. Nilai buku sama nilai pasar aset PT ABC itu kayak gini:
Akun | Nilai Pasar | Nilai Buku |
---|---|---|
Piutang (Bersih) | 90 juta | 100 juta |
Persediaan Barang Dagang | 300 juta | 250 juta |
Bangunan | 900 juta | 600 juta |
Utang Obligasi | (200 juta) | (200 juta) |
Aset Bersih | 1,09 miliar | 750 juta |
Maksudnya piutang bersih itu piutang dikurang sama penyisihan piutang.
Dari hasil nego, PT XYZ sama PT ABC setuju harga belinya 1,3 miliar.
Karena nilai pasar aset bersih PT ABC itu 1,09 miliar, jadi selisihnya yang 210 juta itu namanya goodwill.
Buat itu, pas nyatet pembelian aset PT ABC, PT XYZ bikin jurnal kayak gini:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Piutang | 90 juta | |
Persediaan Barang Dagang | 300 juta | |
Bangunan | 900 juta | |
Goodwill | 210 juta | |
Utang Obligasi | 200 juta | |
Kas | 1,3 miliar |
Goodwill nggak perlu diamortisasi soalnya umurnya nggak terbatas.
Bedah Singkat Aset Tak Berwujud: Dari Paten Sampai Goodwill!
Wih, panjang juga ya perjalanan kita ngebahas satu per satu jenis aset tak berwujud, dari Paten, Hak Cipta, Merek Dagang, Waralaba, sampai ke Goodwill yang sering bikin penasaran itu, lengkap dengan contoh jurnalnya! Biar semua info tadi makin nempel dan kamu bisa dengan cepat nginget karakteristik utama masing-masing aset 'ghaib' ini, saya udah siapin 'galeri interaktif' di bawah.
Kamu tinggal klik aja nama aset tak berwujud yang pengen kamu review singkat. Nanti bakal muncul rangkuman tentang definisinya yang lebih santai, gimana cara ngitung biaya perolehannya, plus info penting soal apakah aset itu perlu 'disusutin' alias diamortisasi atau nggak. Anggap aja ini contekan visual yang cakep buat bantu kamu makin paham. Yuk, langsung aja dieksplor!
Penutup
Cara ngitung akuntansi buat aset tak berwujud itu hampir sama kayak aset berwujud, yaitu soal kapitalisasi nilai perolehan sebesar biaya yang dikeluarin buat dapetin asetnya, sama ada juga proses nyebar biaya perolehannya.
Kalau di klub sepak bola, aset tak berwujud bisa muncul dalam bentuk transfer pemain. Nilai transfer pemain bola itu diakuin sebagai aset tak berwujud sama perusahaan dan diamortisasi selama masa kontraknya.
Amortisasi itu sendiri ya nyebar biaya buat aset tak berwujud. Ini sama kayak depresiasi atau penyusutan di aset berwujud.
Walaupun agak keluar dikit dari topik aset tak berwujud, soal nilai perolehan nih, kalau belinya pakai duit pinjaman yang ada bunganya, bunga pinjamannya itu nggak bisa dikapitalisasi. Ini gara-gara kapitalisasi bunga itu cuma berlaku buat aset tetap berwujud yang dibangun sendiri.
Segitu dulu ya tulisan saya soal akuntansi buat aset tak berwujud.
Stay safe and stay healthy. Take care!