Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Laba Tidak Sama dengan Kas, Mana yang Lebih Penting?

Perbedaan laba bersih dengan kas bersih

Laba yang merupakan bottom line dari laporan laba rugi, tidak sama dengan kas bersih, yang dilaporkan di laporan arus kas.

Mengapa demikian?

Hal ini bisa saja terjadi karena adanya kas yang berasal dari aktivitas pembiayaan perusahaan berupa pencarian dana dengan penerbitan obligasi dan saham.

Kas yang berasal dari penerbitan obligasi dan saham, dilaporkan di neraca dan laporan arus kas, namun tidak di laporan laba rugi.

Ini merupakan salah satu penyebab laba bersih tidak sama dengan kas bersih. 

Tak hanya kas yang berasal dari aktivitas pembiayaan tersebut yang menyebabkan perbedaan antara laba bersih dengan kas bersih, namun juga kas yang berasal dari aktivitas operasional.

Kas dari Kegiatan Operasional Tidak Sama dengan Laba Bersih

Sebelum masuk ke pembahasan lebih lanjut, kamu perlu memahami bahwa arus kas pada suatu perusahaan dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu arus kas dari aktivitas operasional, aktivitas pembiayaan, dan aktivitas investasi.

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai laporan arus kas (cash flow statement), kamu dapat membaca tulisan saya yang berjudul "Langkah-langkah Menyusun Laporan Arus Kas". 

Pada awal tulisan, telah saya singgung, bahwa kas dari kegiatan pembiayaan dapat menyebabkan perbedaan antara laba bersih dengan kas bersih.

Namun, tak hanya itu, perbedaan juga dapat disebabkan oleh aturan-aturan dasar akuntansi yang mengatur pelaporan atas kegiatan operasional perusahaan sehingga menyebabkan adanya keterbatasan laporan laba rugi

Setidaknya ada tiga alasan yang menyebabkan kas dari kegiatan operasional tidak sama dengan laba bersih, yaitu pengakuan pendapatan, prinsip penandingan beban dengan pendapatan, dan juga kapitalisasi atas investasi aset tetap perusahaan.

Pendapatan Diakui pada Saat Terjadinya

Pada basis akrual, pendapatan diakui oleh perusahaan pada saat barang telah dikirim ke pelanggan atau jasa telah selesai dikerjakan.

Asumsikan suatu perusahaan telah menyelesaikan pesanan booth untuk keperluan event senilai 30 juta. 

Saat pesanan tersebut selesai, pada saat yang bersamaan, perusahaan mengakuinya sebagai pendapatan di laporan laba ruginya.

Secara teoretis, perusahaan juga akan mencatat laba, dengan mengurangi pendapatannya dengan harga pokok penjualan (HPP) dan beban-beban lainnya.

Meski laba telah diakui, belum tentu pelanggan sudah membayar pesanannya tersebut, karena biasanya pelanggan membayar secara penuh dalam jangka waktu 30 hari atau lebih setelah pesanannya diterima.

Inilah penyebab pertama mengapa arus kas dari kegiatan operasional tidak sama dengan laba bersih.

Pendapatan merefleksikan janji pelanggan untuk membayar, sedangkan arus kas murni merefleksikan transaksi yang melibatkan kas.

Penandingan Beban dengan Pendapatan

Prinsip penandingan memastikan beban-beban perusahaan untuk meng-generate suatu pendapatan, diakui pada periode yang sama  dengan pendapatan itu sendiri.

Meski telah diakui, beban-beban tersebut belum tentu dibayar pada periode yang sama. Bisa saja beberapa beban telah dibayar lebih awal atau malah dibayar pada periode mendatang ketika tagihan dari vendor telah jatuh tempo.

Atas hal tersebut, jelas bahwa beban-beban yang diakui pada laporan laba rugi tidak merefleksikan arus kas keluar.

Sedangkan pada laporan arus kas, baik arus kas masuk maupun arus kas keluar, diakui seketika pada saat terjadinya.

Kapitalisasi atas Investasi Aset Tetap

Uang yang dikeluarkan perusahaan untuk investasi pada aset tetap atau capital expenditure (CAPEX) tidak muncul seketika di laporan laba rugi.

Namun, dikapitalisasi terlebih dahulu di neraca, barulah kemudian didepresiasi sesuai umur ekonomisnya.

Penyusutan tersebutlah yang dilaporkan di laba rugi sebagai pengurang pendapatan perusahaan.

Intinya, perusahaan dapat berinvestasi dengan membeli kendaraan, mesin, bangunan, dan aset tetap lainnya, dan beban atas investasi tersebut akan muncul di laporan laba rugi secara bertahap hingga umur ekonomisnya habis.

Di sisi lain, investasi atas aset tetap, sudah dibayar jauh sebelum aset-aset tersebut terdepresiasi secara penuh.

Artinya, kas yang digunakan perusahaan untuk membayar investasi aset tetap, langsung dilaporkan di laporan arus kas secara penuh.  

Laba Tanpa Kas

Saya akan memberikan satu contoh kasus, di mana suatu perusahaan memiliki perbedaan posisi kas dan laba yang drastis.

Asumsikan PT XYZ adalah pemasok baju distro di beberapa toko ritel pakaian di Bandung. Perusahaan tersebut diluncurkan pada bulan April. Posisi kas PT XYZ adalah 100 juta dan selama tiga bulan pertama PT XYZ mampu menghasilkan penjualan senilai 150 juta, 200 juta, dan 250 juta. HPP adalah sebesar 60% dari penjualan dan pengeluaran operasional bulanan adalah sebesar 70 juta.

Dari data tersebut, maka, laporan laba rugi PT XYZ selama tiga bulan pertama adalah sebagai berikut:

April Mei Juni
Penjualan 150 juta 200 juta 250 juta
HPP 90 juta 120 juta 150 juta
Laba Kotor 60 juta 80 juta 100 juta
Beban operasional 70 juta 70 juta 70 juta
Laba Bersih (10 juta) 10 juta 30 juta

Dari laporan laba rugi PT XYZ tersebut, terlihat kinerja laba perusahaan yang sangat memuaskan untuk perusahaan yang baru beroperasi selama tiga bulan.

Namun, di sisi lain, perusahaan menghadapi tantangan dalam manajemen kasnya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis hal ini adalah dengan menggunakan rasio penjualan terhadap modal kerja.

PT XYZ memiliki perjanjian dengan pemasok untuk membayar tagihan dalam jangka waktu 30 hari, sedangkan PT XYZ membutuhkan waktu 60 hari untuk menagih kas dari pelanggannya.

Jadi, kurang lebih, beginilah gambaran kas PT XYZ selama tiga bulan awal beroperasi:

Pada bulan April, PT XYZ tidak menerima pembayaran sama sekali dari pelanggannya. Untungnya, PT XYZ juga tidak perlu membayar tagihan bahan baku, karena ada perjanjian dengan pemasok untuk membayar dalam jangka waktu 30 hari.  

Meski demikian, PT XYZ tetap perlu membayar beban-beban operasional, seperti sewa, utilitas, dll sebesar 70 juta.

Saldo Awal Kas 100 juta
Beban Operasional (70 juta)
Saldo Akhir Kas 30 juta

Pada bulan Mei, PT XYZ masih belum menerima pembayaran sama sekali dari pelanggannya (jangka waktu penagihan adalah selama 60 hari). Posisi piutang pada akhir bulan Mei adalah sebesar 350 juta, namun, masih belum ada kas yang diterima.

Di sini mulai muncul masalah. 

PT XYZ perlu membayar biaya bahan baku bulan Januari sebesar 90 juta dan tentu saja beban-beban operasional bulanan sebesar 70 juta.

Kas PT XYZ tidak mencukupi untuk membayar tagihan-tagihan tersebut. Untungnya, PT XYZ memiliki fasilitas pinjaman rekening koran di bank. 

Saat ini, akun bank PT XYZ menunjukkan sado negatif sebesar 130 juta.

Saldo Awal Kas 30 juta
HPP (90 juta)
Beban Operasional (70 juta)
Saldo Akhir Kas -130 juta

Pada bulan Juni, PT XYZ untuk pertama kalinya mengonversi piutang di bulan April menjadi kas sebesar 150 juta, sehingga posisi kas di bank saat ini adalah sebesar 20 juta.

HPP bulan Mei yang perlu dibayar adalah sebesar 120 juta dan juga beban operasional sebesar 70 juta.

Posisi kas pada akhir bulan Juni adalah yang terparah selama tiga bulan pertama beroperasi. 

Saldo Awal Kas (130 juta)
Penagihan 150 juta
HPP (120 juta)
Beban Operasional (70 juta)
Saldo Akhir Kas -170 juta

Perhatikan kasus pada PT XYZ tersebut!

Penjualan PT XYZ terus meningkat tiap bulannya, sehingga menyebabkan peningkatan juga pada biaya bahan baku. 

Lebih jauh lagi, nantinya, beban operasional pun akan meningkat karena perlunya penambahan pegawai maupun penambahan biaya terkait utilitas untuk peningkatan produksi.

Masalah utama dari hal tersebut sebenarnya sederhana, yaitu disparitas yang cukup besar antara waktu penagihan ke pelanggan dengan waktu pembayaran ke pemasok.

Ke depan, PT XYZ kemungkinan tidak akan dapat memenuhi kebutuhan kasnya ketika penjualan terus meningkat, kecuali jika perusahaan berhasil mendapatkan investasi yang signifikan dengan menerbitkan saham tambahan kepada para investor.

Kondisi ini banyak dialami oleh perusahaan-perusahaan kecil di tahun-tahun pertama beroperasi dan sering kali menjadi faktor utama kegagalan suatu bisnis.

Kas Tanpa Laba

Setelah sebelumnya saya memberi contoh mengenai perusahaan yang memiliki masalah dalam manajemen kas, sekarang saya akan coba memberi contoh sebaliknya.

Asumsikan PT ABC bergerak di bidang penyediaan makanan dan minuman premium untuk kebutuhan  perkantoran di Sudirman, Jakarta. Perusahaan diluncurkan pada bulan Juli. Penjualan selama tiga bulan pertama adalah sebesar 50 juta, 80 juta, dan 100 juta. HPP sebesar 60% dari penjualan dan beban operasional sebesar 50 juta. Posisi kas PT ABC di bulan Juli adalah sebesar 50 juta.

Dari data tersebut, maka, laporan laba rugi PT ABC selama tiga bulan pertama adalah sebagai berikut:

Juli Agustus September
Penjualan 50 juta 80 juta 90 juta
HPP 30 juta 48 juta 54 juta
Laba Kotor 20 juta 32 juta 36 juta
Beban operasional 50 juta 50 juta 50 juta
Laba Bersih (30 juta) (18 juta) (14 juta)

Kinerja laba PT ABC masih belum memuaskan pada tiga bulan pertama beroperasi dan masih mengalami kerugian.

Namun demikian, PT ABC telah berhasil melakukan negosiasi dengan pemasoknya dan dapat melakukan pembayaran dalam jangka waktu 60 hari. Hal ini menunjukkan bahwa PT ABC dapat memanfaatkan liabilitas sebagai pengungkit bisnisnya.

Sebagai perusahaan di sektor makanan dan minuman, PT ABC memiliki kemampuan untuk segera melakukan penagihan kepada pelanggannya guna mendapatkan kas.

Berikut arus kas PT ABC selama tiga bulan awal beroperasi:

Pada bulan Juli, saldo kas PT ABC adalah sebesar 50 juta ditambah dengan kas dari penjualan sebesar 50 juta. PT ABC masih belum perlu membayar ke pemasok, karena jangka waktu pembayarannya adalah 60 hari, sehingga pada bulan Juli beban yang perlu dibayar hanyalah beban-beban operasional.   

Saldo Awal Kas 50 juta
Penjualan 50 juta
Beban Operasional (50 juta)
Saldo Akhir Kas 50 juta

Pada bulan Agustus, saldo kas PT ABC bertambah sebesar 80 juta dari penjualan dan masih belum perlu membayar bahan baku ke pemasok.  

Saldo Awal Kas 50 juta
Penjualan 80 juta
Beban Operasional (50 juta)
Saldo Akhir Kas 80 juta

Pada bulan September, saldo kas PT ABC bertambah lagi sebesar 90 juta. Di bulan September ini PT ABC membayar HPP Juli sebesar 30 juta dan beban operasional September sebesar 50 juta.   

Saldo Awal Kas 80 juta
HPP (30 juta)
Penjualan 90 juta
Beban Operasional (50 juta)
Saldo Akhir Kas 150 juta

Perhatikan kasus pada PT ABC!

Meskipun laporan laba rugi menunjukkan PT ABC mengalami kerugian selama tiga bulan berturut-turut, namun, kas bersih PT ABC terus meningkat tiap bulannya.

Hal ini tentu saja tidak bermasalah selama PT ABC mampu menekan beban-bebannya.

Namun demikian, pada jangka panjang, bila PT ABC terus mempertahankan pola bisnis dengan kinerja profitabilitas yang demikian, pada akhirnya, PT ABC akan kehabisan kas.

Kesimpulan

Dari dua contoh kasus yang dibahas di atas mengenai PT XYZ dan PT ABC, sekarang kamu tentu dapat memahami bahwa laba berbeda dengan kas.

Sebuah bisnis yang menghasilkan laba tinggi tidak selalu memiliki jumlah kas yang mencukupi, begitu pula sebaliknya.

Apabila suatu perusahaan memiliki laba bersih yang tinggi tetapi kekurangan kas, langkah yang perlu diambil adalah merekrut ahli keuangan yang handal untuk melakukan perbaikan.

Sementara itu, jika suatu perusahaan memiliki surplus kas tetapi sering mengalami kerugian, maka perusahaan tersebut harus segera merekrut individu yang ahli dalam operasional dan pemasaran.

Dengan memahami perbedaan antara laba dan kas, kamu jangan lagi terkesima pada angka-angka di laporan laba rugi suatu perusahaan tanpa menganalisis laporan arus kasnya.

Kedua laporan tersebut memiliki peran yang sama pentingnya dan sangat krusial untuk menjaga kelangsungan hidup suatu perusahaan.

Sekian tulisan saya mengenai perbedaan laba dengan kas.

Stay safe and stay healthy. Take care!

Ardya

Get in touch with me for accounting and financial discussion, training, and services: