Laba Gede, Kas Seret? Bongkar Bedanya di Sini! (+Simulasi)

Laba, yang jadi bottom line-nya laporan laba rugi, itu nggak sama lho sama kas bersih yang dilaporin di laporan arus kas.
Kok bisa gitu ya?
Ini bisa aja kejadian karena ada kas yang datangnya dari aktivitas pembiayaan perusahaan, misalnya pas perusahaan nyari dana dengan nerbitin obligasi sama saham.
Duit kas dari nerbitin obligasi sama saham itu dilaporin di neraca sama laporan arus kas, tapi nggak di laporan laba rugi.
Nah, ini salah satu sebab kenapa laba bersih nggak sama kayak kas bersih.
Nggak cuma kas dari aktivitas pembiayaan itu aja yang bikin beda antara laba bersih sama kas bersih, tapi kas dari aktivitas operasional juga bisa.
Perbedaan Laba dan Kas: Tiga Aspek Utama
Sebelum kita bahas lebih jauh, kamu perlu ngerti dulu kalau arus kas di perusahaan itu dibagi jadi tiga bagian, yaitu arus kas dari aktivitas operasional, aktivitas pembiayaan, sama aktivitas investasi.
Buat penjelasan lebih lanjut soal laporan arus kas (cash flow statement), kamu bisa baca tulisan saya yang judulnya "Langkah-langkah Menyusun Laporan Arus Kas".
Di awal tulisan tadi, udah saya singgung ya, kalau kas dari kegiatan pembiayaan itu bisa bikin beda antara laba bersih sama kas bersih.
Tapi, nggak cuma itu aja, bedanya juga bisa gara-gara aturan dasar akuntansi yang ngatur pelaporan kegiatan operasional perusahaan, yang akhirnya bikin ada keterbatasan laporan laba rugi.
Minimal ada tiga alesan kenapa kas dari kegiatan operasional itu nggak sama kayak laba bersih: pengakuan pendapatan, prinsip nyamain beban sama pendapatan, sama kapitalisasi buat investasi aset tetap perusahaan.
Pendapatan Diakui pada Saat Terjadinya
Di basis akrual, pendapatan diakuin sama perusahaan pas barangnya udah dikirim ke pelanggan atau jasanya udah selesai dikerjain.
Anggap aja sebuah perusahaan udah nyelesaiin pesenan booth buat acara (event) senilai 30 juta.
Pas pesenan itu selesai, di saat itu juga perusahaan ngakuin itu sebagai pendapatan di laporan laba ruginya.
Secara teori sih, perusahaan juga bakal nyatet laba, dengan cara ngurangin pendapatannya pakai harga pokok penjualan (HPP) sama beban-beban lain.
Walaupun labanya udah diakuin, belum tentu pelanggannya udah bayar pesenan itu, soalnya biasanya pelanggan bayar penuh 30 hari atau lebih setelah pesanannya diterima.
Nah, ini dia penyebab pertama kenapa arus kas dari kegiatan operasional nggak sama kayak laba bersih.
Pendapatan itu nunjukkin janji pelanggan buat bayar, sedangkan arus kas itu bener-bener nunjukkin transaksi yang ada duitnya.
Penandingan Beban dengan Pendapatan
Prinsip penandingan itu mastiin beban-beban perusahaan buat ngasilin (generate) pendapatan, diakuin di periode yang sama kayak pendapatannya itu sendiri.
Walaupun udah diakuin, beban-beban itu belum tentu dibayar di periode yang sama. Bisa aja beberapa beban udah dibayar duluan atau malah dibayar di periode berikutnya pas tagihan dari vendor udah jatuh tempo.
Dari situ, jelas kan kalau beban-beban yang diakuin di laporan laba rugi itu nggak nunjukkin duit keluar.
Sedangkan di laporan arus kas, mau duit masuk atau duit keluar, diakuin langsung pas kejadian.
Kapitalisasi atas Investasi Aset Tetap
Duit yang dikeluarin perusahaan buat investasi aset tetap atau capital expenditure (CAPEX) itu nggak langsung muncul di laporan laba rugi.
Tapi, dikapitalisasi dulu di neraca, baru deh didepresiasi sesuai umur ekonomisnya.
Penyusutan itulah yang dilaporin di laba rugi sebagai pengurang pendapatan perusahaan.
Intinya, perusahaan bisa investasi dengan beli kendaraan, mesin, bangunan, sama aset tetap lainnya, dan beban buat investasi itu bakal muncul di laporan laba rugi dikit-dikit sampai umur ekonomisnya habis.
Nah, di sisi lain, investasi aset tetap itu udah dibayar jauh sebelum aset-asetnya habis didepresiasi.
Artinya, duit kas yang dipakai perusahaan buat bayar investasi aset tetap itu langsung dilaporin penuh di laporan arus kas.
Jadi Detektif Keuangan: Bongkar Misteri Laba vs Kas!
Kamu sudah membaca kan, kalau angka laba yang mentereng di laporan laba rugi itu belum tentu berarti uang kas di rekening perusahaan juga banyak? Atau sebaliknya, perusahaan yang kelihatannya rugi, eh ternyata kasnya malah numpuk. Bikin penasaran, kan?
Nah, daripada cuma membayangkan, bagaimana kalau kita coba langsung "menginvestigasi" sendiri? Saya sudah siapkan sebuah simulasi interaktif di bawah ini. Kamu bisa menjadi "Detektif Keuangan" untuk dua kasus perusahaan fiktif, PT XYZ dan PT ABC, yang ceritanya mirip dengan yang akan saya jelaskan lebih lanjut di artikel ini. Kamu bisa mengatur skenario keuangan mereka dan melihat langsung bagaimana laba dan kas bisa bergerak berbeda arah. Siap memecahkan misterinya?
Investigasi PT XYZ: Laba Meningkat, Kas Terpuruk?
Investigasi PT ABC: Kas Meningkat, Laba Terpuruk?
Ketika Laba Meningkat, Tapi Kas Terpuruk
Saya mau kasih satu contoh kasus, di mana sebuah perusahaan punya beda posisi kas sama laba yang jauh banget.
Anggap aja PT XYZ itu pemasok baju distro di beberapa toko ritel pakaian di Bandung. Perusahaannya mulai jalan bulan April. Posisi kas PT XYZ itu 100 juta dan selama tiga bulan pertama, PT XYZ bisa ngasilin penjualan 150 juta, 200 juta, sama 250 juta. HPP-nya 60% dari penjualan dan pengeluaran operasional bulanannya 70 juta.
Dari data itu, maka, laporan laba rugi PT XYZ selama tiga bulan pertama itu kayak gini:
April | Mei | Juni | |
---|---|---|---|
Penjualan | 150 juta | 200 juta | 250 juta |
HPP | 90 juta | 120 juta | 150 juta |
Laba Kotor | 60 juta | 80 juta | 100 juta |
Beban operasional | 70 juta | 70 juta | 70 juta |
Laba Bersih | (10 juta) | 10 juta | 30 juta |
Dari laporan laba rugi PT XYZ itu, kelihatan kinerja laba perusahaannya oke banget buat perusahaan yang baru jalan tiga bulan.
Tapi, di sisi lain, perusahaannya punya tantangan nih buat ngatur kasnya. Salah satu cara yang bisa dipakai buat analisis ini tuh pakai rasio penjualan terhadap modal kerja.
PT XYZ punya perjanjian sama pemasok buat bayar tagihan dalam 30 hari, sedangkan PT XYZ butuh waktu 60 hari buat nagih kas dari pelanggannya.
Jadi, kira-kira, gini nih gambaran kas PT XYZ selama tiga bulan pertama jalan:
Pada bulan April, PT XYZ nggak nerima bayaran sama sekali dari pelanggannya. Untungnya, PT XYZ juga nggak perlu bayar tagihan bahan baku, soalnya ada perjanjian sama pemasok buat bayar dalam 30 hari.
Meskipun gitu, PT XYZ tetep perlu bayar beban-beban operasional, kayak sewa, utilitas, dll sebesar 70 juta.
Deskripsi | Jumlah |
---|---|
Saldo Awal Kas | 100 juta |
Beban Operasional | (70 juta) |
Saldo Akhir Kas | 30 juta |
Pada bulan Mei, PT XYZ masih belum nerima bayaran sama sekali dari pelanggannya (jangka waktu nagihnya 60 hari). Posisi piutang di akhir bulan Mei itu 350 juta, tapi, masih belum ada kas yang diterima.
PT XYZ perlu bayar biaya bahan baku bulan April sebesar 90 juta dan tentunya beban-beban operasional bulanan sebesar 70 juta.
Kas PT XYZ nggak cukup buat bayar tagihan-tagihan itu. Untungnya, PT XYZ punya fasilitas pinjaman rekening koran di bank.
Saat ini, akun bank PT XYZ nunjukkin saldo negatif 130 juta.
Deskripsi | Jumlah |
---|---|
Saldo Awal Kas | 30 juta |
HPP | (90 juta) |
Beban Operasional | (70 juta) |
Saldo Akhir Kas | -130 juta |
Pada bulan Juni, PT XYZ buat pertama kalinya ngubah piutang di bulan April jadi kas sebesar 150 juta, jadi posisi kas di bank sekarang 20 juta.
HPP bulan Mei yang perlu dibayar itu 120 juta dan juga beban operasional 70 juta.
Posisi kas di akhir bulan Juni itu yang paling parah selama tiga bulan pertama jalan.
Deskripsi | Jumlah |
---|---|
Saldo Awal Kas | (130 juta) |
Penagihan | 150 juta |
HPP | (120 juta) |
Beban Operasional | (70 juta) |
Saldo Akhir Kas | -170 juta |
Coba perhatiin kasus PT XYZ itu!
Penjualan PT XYZ naik terus tiap bulannya, jadi bikin biaya bahan bakunya juga naik.
Lebih jauh lagi, nantinya, beban operasional pun bakal naik karena perlu nambah pegawai atau nambah biaya utilitas buat ningkatin produksi.
Masalah utama dari situ sebenernya simpel, yaitu beda waktu yang lumayan jauh antara nagih ke pelanggan sama bayar ke pemasok.
Ke depannya, PT XYZ kemungkinan nggak bakal bisa menuhin kebutuhan kasnya pas penjualan naik terus, kecuali kalau perusahaan berhasil dapet investasi gede dengan nerbitin saham tambahan ke investor.
Kondisi ini banyak dialamin sama perusahaan-perusahaan kecil di tahun-tahun pertama jalan dan sering banget jadi penyebab utama bisnis gagal.
Ketika Kas Meningkat, Tapi Laba Terpuruk
Setelah tadi saya kasih contoh perusahaan yang punya masalah ngatur kas, sekarang saya mau coba kasih contoh sebaliknya.
Anggap aja PT ABC geraknya di bidang nyediain makanan sama minuman premium buat kebutuhan perkantoran di Sudirman, Jakarta. Perusahaannya mulai jalan bulan Juli. Penjualan selama tiga bulan pertama itu 50 juta, 80 juta, sama 100 juta. HPP-nya 60% dari penjualan dan beban operasionalnya 50 juta. Posisi kas PT ABC di bulan Juli itu 50 juta.
Dari data itu, maka, laporan laba rugi PT ABC selama tiga bulan pertama itu kayak gini:
Juli | Agustus | September | |
---|---|---|---|
Penjualan | 50 juta | 80 juta | 90 juta |
HPP | 30 juta | 48 juta | 54 juta |
Laba Kotor | 20 juta | 32 juta | 36 juta |
Beban Operasional | 50 juta | 50 juta | 50 juta |
Laba Bersih | (30 juta) | (18 juta) | (14 juta) |
Kinerja laba PT ABC masih belum bagus nih di tiga bulan pertama jalan dan masih rugi.
Tapi, PT ABC udah berhasil nego sama pemasoknya dan bisa bayar dalam 60 hari. Ini nunjukkin kalau PT ABC bisa manfaatin liabilitas sebagai pengungkit bisnisnya.
Sebagai perusahaan di sektor makanan dan minuman, PT ABC punya kemampuan buat langsung nagih ke pelanggannya biar dapet kas.
Ini arus kas PT ABC selama tiga bulan pertama jalan:
Pada bulan Juli, saldo kas PT ABC itu 50 juta ditambah kas dari penjualan 50 juta. PT ABC masih belum perlu bayar ke pemasok, soalnya jangka waktu bayarnya 60 hari. Jadi, di bulan Juli beban yang perlu dibayar cuma beban-beban operasional aja.
Deskripsi | Jumlah |
---|---|
Saldo Awal Kas | 50 juta |
Penjualan | 50 juta |
Beban Operasional | (50 juta) |
Saldo Akhir Kas | 50 juta |
Pada bulan Agustus, saldo kas PT ABC nambah 80 juta dari penjualan dan masih belum perlu bayar bahan baku ke pemasok.
Deskripsi | Jumlah |
---|---|
Saldo Awal Kas | 50 juta |
Penjualan | 80 juta |
Beban Operasional | (50 juta) |
Saldo Akhir Kas | 80 juta |
Pada bulan September, saldo kas PT ABC nambah lagi 90 juta. Di bulan September ini PT ABC bayar HPP Juli sebesar 30 juta sama beban operasional September 50 juta.
Deskripsi | Jumlah |
---|---|
Saldo Awal Kas | 80 juta |
HPP | (30 juta) |
Penjualan | 90 juta |
Beban Operasional | (50 juta) |
Saldo Akhir Kas | 90 juta |
Coba perhatiin kasus PT ABC!
Walaupun laporan laba rugi nunjukkin PT ABC rugi tiga bulan berturut-turut, tapi kas bersih PT ABC naik terus tiap bulannya.
Ini sih nggak masalah selama PT ABC bisa neken biaya-biayanya.
Tapi, buat jangka panjang, kalau PT ABC terus-terusan bisnisnya kayak gini dengan kinerja profitabilitas yang segitu-gitu aja, akhirnya PT ABC bakal keabisan duit kas juga.
Kesimpulan
Dari dua contoh kasus tadi soal PT XYZ sama PT ABC, sekarang kamu pasti ngerti kan kalau laba itu beda sama kas.
Bisnis yang untungnya gede nggak selalu punya duit kas yang cukup, begitu juga sebaliknya.
Kalau perusahaan untung bersihnya gede tapi kurang duit kas, langkah yang perlu diambil itu nyari orang keuangan yang jago buat ngebenahin.
Nah, kalau perusahaan duit kasnya banyak tapi sering rugi, perusahaan itu harus cepet-cepet nyari orang yang jago di operasional sama pemasaran.
Dengan ngerti bedanya laba sama kas, kamu jangan cuma lihat angka-angka di laporan laba rugi perusahaan aja tanpa ngecek laporan arus kasnya.
Dua laporan itu sama-sama pentingnya dan penting banget buat jaga perusahaan tetep jalan.
Segitu dulu ya tulisan saya soal bedanya laba sama kas.
Stay safe and stay healthy. Take care!