Kewajiban Kontinjensi: Dicatat atau Cukup Diungkap? (+Simulator)

Table of Contents
Pencatatan Kewajiban Kontinjensi

Kewajiban kontijensi itu kewajiban yang mungkin aja kejadian, tapi belum pasti, dan bisa jadi kewajiban beneran di masa depan.

Kamu pasti tahu dong yang namanya utang perusahaan, kayak utang usaha, utang gaji, utang bunga, wesel bayar, dan lain-lain.

Buat utang-utang tadi, kamu pasti tahu kalau itu wajib dibayar.

Tapi, gimana kalau ada kemungkinan perusahaan digugat orang lain, atau ada masalah sama kantor pajak soal utang pajak penghasilan, atau ada klaim garansi dari pelanggan?

Artinya, ya gitu deh, kewajiban itu bisa kejadian bisa juga nggak di masa depan. Nah, kewajiban kayak gini nih yang namanya kewajiban kontijensi.

Kewajiban Kontijensi: Pencatatan dan Pengungkapan Penting

Soal perlu nggaknya nyatet kewajiban kontijensi, akuntansi itu pakai dua patokan utama: kemungkinan kejadiannya sama bisa dihitung nggak nilainya.

Jadi, kalau sebuah transaksi kemungkinan besar bakal kejadian di masa depan dan jumlahnya bisa dihitung secara wajar, kewajiban itu harus dicatet di laporan keuangan kayak biasa, yaitu di neraca dan laporan laba rugi.

Terus, kalau transaksinya mungkin kejadian, tapi nggak pasti-pasti amat, kewajiban itu perlu diungkapin di Catatan atas Laporan Keuangan (CALK).

Terakhir, kalau kemungkinan kejadiannya kecil banget, kewajiban itu nggak perlu dicatet atau diungkapin.

Kewajiban Kontijensi: Pengelompokkan dan Pengungkapan yang Relevan

Kayak yang udah dijelasin tadi, kewajiban kontijensi itu ada yang perlu dilaporin di laporan keuangan, ada yang cukup diungkapin di CALK aja, tapi ada juga yang nggak perlu dilaporin atau diungkapin sama sekali.

Nge-grup-innya itu berdasarkan dua patokan: seberapa mungkin sebuah transaksi kejadian di masa depan, sama seberapa wajar nilai kewajibannya bisa diitung.

Kewajiban Kontijensi Terestimasi yang Hampir Pasti

Beberapa contoh kewajiban kontijensi yang perlu dilaporin di laporan keuangan itu misalnya penyisihan piutang nggak ketagih sama garansi yang dikasih perusahaan.

Soalnya, kemungkinan dua-duanya kejadian itu lumayan gede dan bisa diitung secara wajar pakai teknik itungan khusus.

Soal penyisihan piutang nggak ketagih, kamu bisa bacanya di tulisan saya yang judulnya "Perlakuan Piutang Tak Tertagih dalam Akuntansi".

Di tulisan ini, soal kewajiban yang hampir pasti kejadian dan bisa diitung, saya mau jelasin soal beban garansi produk ya.

Garansi produk itu kewajiban kontijensi yang harus dilaporin perusahaan di laporan neraca sama laba rugi.

Kontrak garansi sama pelanggan itu bikin ada kemungkinan keluar biaya di masa depan buat ganti produk yang nggak bener atau rusak.

Nyatetnya itu berdasarkan prinsip pengakuan biaya. Artinya, beban garansi harus diakuin pas penjualannya kejadian.

Anggap aja bulan Maret 2021 PT XYZ jual 200 unit mesin potong rambut, harga satunya 200 ribu.

Harga jual 200 ribu itu udah termasuk garansi setahun buat ganti suku cadang kalau ada terjadi kerusakan.

PT XYZ ngira-ngira 10 persen dari 200 unit yang kejual bakal rusak dan biaya benerinnya itu 40 ribu per unit.

Jadi, total beban garansi di Maret 2021 itu 800 ribu (10% x 200 unit x 40 ribu).

Entri buat estimasi beban garansi produk di Maret 2021 itu gini:

Tanggal Akun Debit Kredit
31 Mar 2021 Beban Garansi Produk 800 ribu
Utang Garansi Produk 800 ribu

Jurnal itu mastiin prinsip penandingan (matching principles) buat nyatet beban udah dilakuin sama PT XYZ.

Terus, kalau ada klaim garansi dari pelanggan, biaya benerinnya dicatet dengan nge-debit utang garansi produk dan nge-kredit suku cadang atau perlengkapan yang dipakai.

Anggap aja kalau suku cadang yang dipakai buat benerin kerusakan mesin potong rambut berdasarkan klaim garansi tanggal 20 September 2021 itu 80 ribu, maka entri jurnal yang dibikin PT XYZ itu gini:

Tanggal Akun Debit Kredit
20 Sep 2021 Utang Garansi Produk 80 ribu
Suku Cadang 80 ribu

Kewajiban Kontijensi: Pengungkapan Peristiwa Tak Terestimasi secara Pasti

Kadang-kadang, kewajiban kontijensi itu mungkin banget kejadian, tapi nilainya nggak bisa diitung secara wajar.

Contohnya itu kayak ada pencemaran lingkungan gara-gara perusahaan salah ngelola limbah.

Di kasus ini, perusahaan tahu pasti kalau di masa depan bakal ada biaya buat bersihin lingkungan, ganti rugi ke warga yang kena, sampai denda dari pengadilan.

Tapi, soal seberapa gede biaya yang bakal keluar nanti, perusahaan nggak bisa ngira-ngira dengan pasti.

Buat kejadian itu, perusahaan nggak perlu laporin di laporan laba rugi dan neraca, tapi cukup diungkapin aja kejadiannya di catatan atas laporan keuangan (CALK).

Kewajiban Kontijensi: Pengungkapan Potensi Risiko di Catatan Laporan Keuangan

Di kejadian ini, ada kemungkinan muncul kewajiban kontijensi, walaupun belum bisa dipastiin bener-bener.

Buat hal ini, perusahaan nggak wajib laporin kewajiban kontijensi ini di laporan neraca sama laba rugi, tapi tetep perlu ngasih pengungkapan soal ini di Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).

Contohnya, perusahaan bisa aja ngadepin situasi di mana ada kemungkinan kalah di pengadilan soal pelanggaran paten. Meskipun tim legal perusahaan masih yakin kalau perusahaan bakal berhasil banding, jadi putusan pengadilan soal pelanggaran itu bakal dibatalin, tapi kemungkinan adanya kewajiban yang nyambung sama denda atau ganti rugi masih ada.

Pentingnya pengungkapan ini biar semua yang berkepentingan, termasuk para investor dan pihak lain, bisa ngerti risiko yang nyambung sama kewajiban kontijensi itu. Dengan gitu, mereka bisa bikin keputusan yang lebih baik berdasarkan info yang lengkap dan akurat.

Kewajiban Kontijensi: Potensi Kecil, Pengungkapan Tak Diperlukan

Di kejadian ini, kemungkinannya kecil banget bakal muncul kewajiban kontijensi di masa depan. Ini bikin perusahaan nggak perlu laporin di neraca sama laba rugi, dan juga nggak perlu ngelakuin pengungkapan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).

Contohnya, kamu bisa bayangin ada tuntutan ke pengelola tempat nge-gym dari salah satu member-nya yang cedera gara-gara ketimpa barbel pas lagi latihan shoulder press.

Tapi, kalau dipikir-pikir, pengadilan kemungkinan besar bakal mutusin kalau kejadian itu salah si lifter sendiri karena nggak ngunci barbelnya atau ngangkat beban di luar batas wajar.

Makanya, kecuali ada kerusakan atau alatnya nggak berfungsi bener, tempat nge-gym itu nggak tanggung jawab atas cedera yang dialamin sama member tersebut.

Uji Insting Akuntansimu: Simulator Kasus Kewajiban Kontinjensi

Nah, setelah kita bedah berbagai jenis kewajiban kontinjensi dan cara perlakuannya berdasarkan dua patokan utama—tingkat kemungkinan dan kemampuan estimasi—sekarang waktunya kamu yang jadi 'hakim akuntansinya'! Gimana kalau kita uji instingmu buat nentuin nasib sebuah 'kewajiban gaib'?

Di bawah ini ada beberapa studi kasus singkat. Tugasmu adalah menilai dua hal untuk setiap kasus: seberapa besar kemungkinan kejadiannya, dan bisa diestimasi nggak nilainya. Berdasarkan penilaianmu itu, kita akan lihat perlakuan akuntansi yang paling tepat. Nggak usah takut salah, ini cara asyik buat ngelatih logika akuntansimu. Siap?

⚖️ Simulator Hakim Akuntansi ⚖️
Edisi Kewajiban Kontinjensi

Kamu akan dihadapkan pada beberapa kasus. Tentukan perlakuan akuntansinya dengan menilai dua faktor kunci. Siap mengasah instingmu?

Penutup

Kewajiban kontijensi itu kewajiban yang mungkin aja kejadian di masa depan, tergantung kejadian yang belum pasti.

Di laporan keuangan, ngelaporin kewajiban kontijensi itu perlu dilakuin kalau kewajibannya kayaknya mungkin banget kejadian dan nilai perkiraannya bisa ditentuin secara wajar.

Tapi, kalau dua syarat itu nggak terpenuhi, perusahaan cukup ngungkapin kewajiban kontijensinya di Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) aja.

Walaupun kelihatannya gampang, nentuin seberapa mungkin kewajiban kontijensi kejadian sama ngitung perkiraan nilainya seadil mungkin itu butuh pertimbangan dan itungan dari ahli plus pengalaman perusahaan sebelumnya.

Segitu dulu ya tulisan saya soal nyatet dan ngungkapin kewajiban kontijensi dalam akuntansi. Kalau kamu tertarik belajar manajemen keuangan, saya ajak kamu baca artikel yang judulnya "Hubungan Keagenan dan Konflik dalam Manajemen Keuangan".

Stay safe and stay healthy. Take care!

Ardya
Ardya Accountant. Financial Consultant. Blogger
Ad
📚 This Week's Must-Reads! Cekidot, Guys! 📚

Advertisement

Advertisement

Promosi

🧠 Buka Rahasia Uang di The Psychology of Money!

Kaya bukan soal pintar, tapi soal perilaku. Buku fenomenal ini bongkar cara berpikir orang sukses soal uang—dan bisa jadi game-changer hidupmu.
Eksklusif dari Gramedia Official Store!