Mengukur Kinerja Keuangan dengan Analisis Rasio Menggunakan Excel

Table of Contents

Analisis rasio itu cara nganalisis dengan ngebandingin satu angka sama angka lain di laporan keuangan buat tahu kinerja keuangan perusahaan.

Di tulisan saya sebelumnya soal excel, saya udah jelasin tuh soal analisis vertikal, yaitu analisis yang ngukur proporsi akun-akun di laba rugi terhadap pendapatan dan proporsi akun-akun di neraca terhadap total aset.

Output dari analisis vertikal itu ya laporan laba rugi dan neraca common-size.

Nah, di tulisan ini, saya mau coba jelasin soal analisis rasio lebih lengkap lagi. Angka-angka yang saya pakai ini asalnya dari laporan keuangan PT XYZ, yang cara nyusun laporan laba rugi sama neracanya udah saya jelasin di tulisan sebelumnya.

Tapi, sebelum kita masuk ke bahasan analisis rasio, saya mau singgung dikit soal analisis horisontal, yaitu analisis yang ngebandingin kinerja keuangan perusahaan buat beberapa periode.

Di bawah ini ada perbandingan kinerja laporan laba rugi sama neraca PT XYZ di tahun 2019 dan 2018.

Perubahan Laba Rugi
Perubahan Laba Rugi
Perubahan Neraca
Perubahan Neraca

Laporan perubahan laba rugi sama neraca ini penting banget buat analis keuangan, biar tahu kinerja perusahaan.

Contohnya nih, walaupun pendapatan naiknya cuma 25%, tapi laba bersihnya bisa naik sampai 176% atau hampir tiga kali lipat lho.

Dari laporan perubahan laba rugi itu, kamu bisa langsung tahu penyebabnya, yaitu kenaikan beban pokok yang nggak segede kenaikan pendapatan (cuma naik 20%), kenaikan beban operasional yang cuma sekitar 1,7%, sama penurunan beban bunga sampai 14,3%.

Laporan perubahan laba rugi dan neraca, juga bisa bantu pas ngelakuin analisis rasio. Misalnya pas ngitung rasio aktivitas yang butuh angka rata-rata dari piutang usaha.

Setelah kamu ngerti analisis vertikal sama analisis horizontal, baru deh saya jelasin soal analisis rasio.

Analisis rasio sendiri dibagi jadi enam kelompok berdasarkan kinerja keuangan yang diukur, yaitu:

  1. Rasio Likuiditas, yang ngukur kemampuan perusahaan buat bayar utang jangka pendeknya.
  2. Rasio Aktivitas, yang ngukur seberapa efisien perusahaan pakai investasinya di aset buat ngasilin penjualan sama laba.
  3. Rasio Utang, yang ngukur sejauh mana perusahaan pakai utang buat ngebiayain investasinya di aset.
  4. Rasio Cakupan, yang ngukur seberapa jago perusahaan bayar beban bunga.
  5. Rasio Profitabilitas, yang ngukur seberapa untung perusahaan dibandingin sama aset dan ekuitasnya.
  6. Rasio Pemegang Saham dan Nilai Pasar, yang ngegambarin nilai perusahaan di mata investor sama pasar modal.

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

Rasio likuiditas itu ngukur kemampuan perusahaan buat bayar utang-utang jangka pendeknya.

Ini rumus sama nilai rasio likuiditas keuangan PT XYZ, yang data-data keuangannya udah disajiin di awal tulisan ini.

Rasio Likuiditas

Lihat Laba Rugi dan Neraca

1.1. Modal Kerja Bersih

Modal kerja bersih (net working capital) itu diitung dengan ngurangin total aset lancar (kayak kas, piutang, sama persediaan) dengan total kewajiban lancar (kayak utang dagang sama utang jangka pendek lainnya). Angka yang didapet dari itungan ini nunjukkin seberapa jauh perusahaan punya aset yang bisa cepet dijadiin duit buat bayar utang jangka pendeknya.

Net working capital ini nunjukkin kemampuan perusahaan buat jaga operasionalnya tetep jalan. Jumlah net working capital yang cukup itu perlu banget biar perusahaan bisa bayar tagihan, gaji karyawan, sama menuhin kebutuhan operasional harian lainnya tanpa kesulitan duit.

Nilai minimal net working capital biasanya dijadiin syarat sama lembaga keuangan yang nanem duitnya jangka panjang ke perusahaan. Ini dilakuin buat mastiin kalau perusahaan punya likuiditas yang cukup dan bisa ngelola utang-utangnya dengan baik.

Perubahan nilai net working capital dari waktu ke waktu bisa dipakai buat ngevaluasi kinerja manajemen dalam ngejalanin perusahaan secara berkelanjutan. Kalau net working capital turun terus, ini bisa nunjukkin ada masalah di pengelolaan arus kas atau manajemen persediaan. Sebaliknya, kalau net working capital naik, itu bisa nunjukkin kalau perusahaan lebih efisien dalam ngelola aset lancarnya dan ngurangin utang lancarnya.

1.2. Rasio Modal Kerja Bersih Terhadap Penjualan

Rasio modal kerja bersih terhadap penjualan (net working capital to sales) diitung dengan ngebagi net working capital dengan penjualan.

Rasio ini nunjukkin seberapa jauh net working capital perusahaan bisa dukung kegiatan penjualannya. Makin tinggi rasio net working capital to sales, makin gede kemampuan perusahaan buat menuhin kebutuhan operasionalnya. Kalau rasio ini rendah, bisa jadi ada yang nggak seimbang antara modal kerja sama penjualan, yang nunjukkin ada masalah manajemen likuiditas atau pengelolaan persediaan.

Persentase net working capital to sales bisa dipakai buat ngebandingin kinerja satu perusahaan sama perusahaan lain. Perbandingan ini bisa nunjukkin apakah satu perusahaan lebih efisien pakai modal kerjanya buat ngasilin penjualan. Kalau rasio net working capital to sales lebih tinggi dibanding perusahaan lain di industri yang sama, itu bisa jadi tanda kalau perusahaan itu lebih jago ngelola aset dan ngoptimalin kinerja keuangannya.

1.3. Rasio Modal Kerja Bersih Terhadap Aset Lancar

Rasio modal kerja bersih terhadap aset lancar (net working capital to current assets) diitung dengan ngebagi net working capital dengan aset lancar.

Rasio ini biasanya dipakai perusahaan buat mantau seberapa gede persentase kemungkinan aset lancarnya nyusut, sebelum aset lancar itu berkurang sebesar utang lancar yang mau dibayar.

Rasio ini nunjukkin kemampuan perusahaan buat ngasih info sejauh mana perusahaan bisa ngadepin risiko keuangan. Kalau rasio ini tinggi, perusahaan punya kelonggaran finansial yang lebih baik buat ngadepin utang yang bakal datang. Tapi, kalau rasio ini rendah, ini bisa nunjukkin risiko keuangan yang lebih tinggi, soalnya perusahaan mungkin punya keterbatasan buat bayar utang-utangnya pas jatuh tempo.

Dengan pakai rasio net working capital to current assets, perusahaan bisa mantau tingkat kecukupan aset lancarnya buat bayar utang lancar yang mau jatuh tempo. Ini bantu perusahaan ngerencanain keuangannya dan ngelola risiko dengan lebih baik.

1.4. Rasio Lancar

Rasio lancar (current ratio) diitung dengan ngebagi antara aset lancar dengan kewajiban lancar.

Rasio ini ngukur kemampuan perusahaan buat bayar utang jangka pendeknya pakai aset lancarnya.

Kalau current ratio nilainya 1, artinya aset lancar perusahaan sama dengan utang lancarnya, jadi net working capital-nya otomatis nilainya 0.

Kalau current ratio nilainya 2, artinya aset lancar perusahaan bisa nyusut sampai 50 persen buat bayar utang lancarnya dan pastinya masih bisa nutupin utang lancarnya itu.

Kreditur lebih suka perusahaan yang current ratio-nya tinggi, soalnya lebih sanggup bayar utang yang mau jatuh tempo. Sebaliknya, meski nggak selalu begitu, investor lebih suka perusahaan yang current ratio-nya ada di standar industri, soalnya aset lancar itu tingkat pengembaliannya lebih rendah dibanding kalau perusahaan investasi di aset tetap.

Penurunan current ratio sebuah perusahaan di bawah riwayat current ratio perusahaan itu sendiri ataupun di bawah standar industri, bisa jadi pertanda kalau perusahaan lagi ada masalah keuangan. Ini bisa bikin perusahaan susah bayar utang-utang yang mau jatuh tempo cepet, jadi akhirnya ngandelin pinjaman berbunga buat bayarnya.

Kalau itu kejadian, maka current ratio perusahaan bakal makin turun sampai jauh di bawah 1 dan bikin perusahaan 'bakar duit' cuma buat bayar utangnya.

1.5. Rasio Cepat

Rasio cepat (quick ratio) diitung dengan ngurangin aset lancar dengan persediaan, terus hasilnya dibagi dengan kewajiban lancar.

Quick ratio itu hampir sama kayak current ratio, cuma di quick ratio, aset lancarnya dikurangin dulu sama persediaan.

Alasan kenapa nilai persediaan harus dikeluarin dari nilai aset lancar itu karena persediaan nggak segampang aset lancar lain buat dijadiin duit (nggak selikuid itu) dan lumayan susah dijual dengan nilai buku pas perusahaan butuh dana buat bayar utang lancar yang jatuh tempo.

Nilai quick ratio yang rendah juga bisa jadi pertanda kalau perusahaan kebanyakan investasi di persediaan.

Makanya, banyak perusahaan nyoba motong biaya-biaya gara-gara persediaan kebanyakan dan fokus ke pengelolaan persediaan just-in-time.


2. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

Rasio aktivitas itu ngukur seberapa jago perusahaan pakai aset-asetnya buat ngasilin penjualan.

Beberapa yang diukur di rasio ini itu kecepatan perusahaan ngubah persediaan, piutang, sama utang jadi penjualan atau kas.

Rasio Aktivitas

Lihat Laba Rugi dan Neraca

2.1. Perputaran Persediaan

Persediaan itu salah satu beban paling gede di perusahaan. Selain nilai persediaannya sendiri, persediaan juga nunjukkin biaya-biaya lain, kayak biaya kirim, simpen, sama inspeksi. Buat bahasan lebih lengkap soal persediaan, silakan baca tulisan saya yang judulnya "Hubungan antara Persediaan dengan Biaya di dalam Akuntansi".

Perputaran persediaan diitung dengan ngebagi harga pokok penjualan (HPP) dengan rata-rata nilai persediaan. Rasio ini ngasih gambaran seberapa cepet perusahaan jual persediaannya.

Jadi, perputaran persediaan tahunan itu nilai yang nunjukkin berapa kali perusahaan ngisi stok persediaan di gudang selama setahun.

Rasio perputaran persediaan tahunan bisa diubah jadi rata-rata hari dengan ngebagi jumlah hari dalam setahun dengan nilai rasio perputaran persediaan tahunan. Contohnya, anggap aja perputaran persediaan perusahaan selama setahun atau 365 hari itu 10 kali, maka rata-rata hari dalam persediaan itu 36,5 (365/10).

Dalam beberapa kasus, bukan nilai HPP yang dipakai buat ngitung perputaran persediaan, tapi nilai penjualan. Jadi, di kasus ini, rasio perputaran persediaan ngukur jumlah penjualan yang dihasilin dari tiap rupiah yang diinvestasiin di persediaan.

2.2. Rata-rata Periode Penagihan

Rata-rata periode penagihan (average collection period) itu rata-rata umur piutang atau rata-rata waktu yang dibutuhin buat nagih piutang. Rasio ini bisa disajiin dalam hari dan diitung dengan ngebagi piutang usaha dengan rata-rata hari penjualan kredit.

Rata-rata periode penagihan itu ngasih gambaran seberapa bagus kebijakan kredit perusahaan sama pelaksanaannya di lapangan. Nilai rata-rata periode penagihan yang bagus itu kurang dari 30 hari, atau di beberapa perusahaan mungkin sekitar 60 hari. Tapi biasanya, kalau di atas 90 hari, perusahaan udah nganggep piutang itu sebagai piutang tak tertagih.

Makin kecil rata-rata hari yang dibutuhin buat nagih, makin bagus perusahaannya. Tapi, perlu juga diperhatiin kalau rata-rata hari yang dibutuhin buat nagih itu singkat banget dan jauh di bawah standar industri. Ini mungkin aja gara-gara kebijakan kredit perusahaan yang ketat banget dan bisa bikin kehilangan pelanggan yang potensial.

2.3. Perputaran Piutang

Rasio ini diitung dengan ngebagi penjualan tahunan dengan rata-rata piutang usaha. Rasio ini ngasih gambaran jumlah penjualan yang dihasilin dari tiap rupiah yang diinvestasiin di piutang usaha.

Rasio perputaran piutang punya hubungan kebalikan sama rata-rata periode penagihan, yaitu rasio perputaran piutang tahunan bisa diitung dengan ngebagi jumlah hari dalam setahun atau 365 hari dengan rata-rata periode penagihan.

Kalau kamu mau ngerti lebih jauh soal perputaran piutang, kamu bisa pelajarin di tulisan saya yang judulnya "Apa Itu Rasio Perputaran Piutang Usaha?"

2.4. Rata-rata Periode Pembayaran

Rata-rata periode pembayaran itu rata-rata dari umur utang perusahaan atau rata-rata waktu yang dibutuhin perusahaan buat bayar utang usahanya.

Rasio ini dinyatain dalam hari dan diitung dengan ngebagi utang usaha perusahaan dengan pembelian kredit.

Karena dalam itungan ini analis nggak punya data yang pasti soal pembelian kredit perusahaan, maka, pembelian kredit diasumsiin sebesar 95% dari HPP.

2.5. Perputaran Aset Tetap

Perputaran aset tetap itu ngukur seberapa efisien perusahaan pakai aset tetapnya buat ngasilin penjualan.

Rasio ini diitung dengan ngebagi penjualan dengan aset tetap bersih.

Meskipun makin tinggi nilai rasio itu indikator yang bagus, tapi harus dipahamin standar nilai rasio di masing-masing industri.

Contohnya, perusahaan manufaktur yang banyak investasi di aset tetap, pastinya secara wajar bakal punya rasio perputaran aset tetap yang lebih rendah dibanding perusahaan konsultan yang nggak butuh banyak investasi di aset tetap.

2.6. Perputaran Total Aset

Perputaran total aset itu ngukur seberapa efisien perusahaan pakai total asetnya buat ngasilin penjualan.

Rasio ini diitung dengan ngebagi penjualan dengan total aset. Total aset itu semua aset yang dipunya perusahaan, baik yang lancar (kayak kas, piutang dagang, sama persediaan) maupun yang tetap (kayak gedung, mesin, sama peralatan).

Rasio ini nunjukkin seberapa efisien perusahaan pakai asetnya buat ngasilin pendapatan. Makin tinggi perputaran total aset, makin efisien perusahaan ngubah asetnya jadi penjualan. Ini nunjukkin kalau perusahaan bisa ngoptimalin penggunaan asetnya dan ngasilin pendapatan yang lebih tinggi dengan aset yang dipunya.

Tapi, perlu kamu pahamin kalau indikator seberapa bagus perputaran total aset buat tiap industri itu beda-beda. Beberapa industri mungkin butuh modal yang lebih tinggi, kayak perusahaan manufaktur yang butuh mesin sama peralatan mahal. Di kasus ini, perputaran total aset mungkin lebih rendah tapi masih efisien buat industri itu.

Perputaran total aset juga bisa ngasih info soal efisiensi operasional sama seberapa efektif pengelolaan persediaan perusahaan. Kalau perusahaan punya perputaran total aset yang rendah, ini bisa nunjukkin kalau asetnya nggak dipakai secara efisien atau persediaannya kebanyakan dan mungkin perlu dikurangin.


3. Rasio Utang (Debt Ratio)

Rasio utang itu ngukur seberapa jauh perusahaan pakai utang dibandingin sama akun-akun lain di neraca.

Ekuitas, yang jadi pembanding di beberapa rasio utang, itu nilai saham preferen ditambah nilai saham biasa ditambah paid in capital ditambah laba ditahan. Di kasus PT XYZ, nilai ekuitas itu nilai tambahan akun-akun itu di sel D33.

Kreditur itu merhatiin banget rasio ini, apalagi kalau rasio utang perusahaan tinggi banget, soalnya bisa bikin perusahaan susah lunasin utang-utangnya.

Karena kreditur punya prioritas atas pendapatan perusahaan dibanding pemegang saham, rasio utang yang tinggi juga bisa bikin susah pemegang saham, soalnya bikin pendapatan jadi nggak stabil. Meskipun di sisi lain, bunga dari utang itu pengurang pajak, jadi sebenernya utang juga bisa ningkatin kesejahteraan pemegang saham di saat yang sama.

Rasio Utang

Lihat Laba Rugi dan Neraca

3.1. Rasio Total Utang

Rasio total utang (total debt ratio) diitung dengan ngebagi total utang (utang lancar sama utang jangka panjang) dengan total aset. Rasio ini ngasih gambaran proporsi aset perusahaan yang dibiayain pakai utang.

Makin tinggi total debt ratio, makin gede proporsi aset perusahaan yang didanain pakai utang. Ini nunjukkin kalau perusahaan punya tingkat utang yang lebih tinggi dan tergantung sama pinjaman buat ngebiayain operasional sama investasinya.

Perlu kamu pahamin kalau tingkat utang yang tinggi itu nggak selalu jelek, tergantung industrinya sama situasi perusahaannya. Beberapa industri punya karakteristik yang butuh tingkat utang lebih tinggi, kayak sektor konstruksi atau perusahaan dengan siklus produksi yang panjang. Tapi, perusahaan juga perlu perhatiin risiko yang nyambung sama tingkat utang tinggi, kayak beban bunga yang lebih gede sama keterbatasan ngelola likuiditas.

Total debt ratio bisa bantu perusahaan sama investor ngerti struktur modal perusahaan dan tingkat ketergantungannya sama utang. Perusahaan dengan total debt ratio yang rendah cenderung punya stabilitas keuangan yang lebih baik, soalnya lebih sedikit utang yang harus dilunasin dengan bayar bunga. Sementara itu, perusahaan dengan total debt ratio yang tinggi mungkin perlu lebih hati-hati ngelola risiko keuangannya.

3.2. Rasio Utang Jangka Panjang

Rasio utang jangka panjang (long-term debt to total assets ratio) ngukur proporsi aset perusahaan yang dibiayain pakai utang jangka panjang.

Buat ngitung long-term debt to total assets ratio, kamu cukup bagi total utang jangka panjang dengan total aset perusahaan. Utang jangka panjang itu pinjaman atau utang keuangan lain yang jangka waktu bayarnya lebih dari setahun.

Rasio ini ngasih info sejauh mana perusahaan ngandelin utang jangka panjang buat ngebiayain aset-asetnya. Makin tinggi long-term debt to total assets ratio, makin gede proporsi aset perusahaan yang didanain pakai pinjaman jangka panjang. Ini nunjukkin kalau perusahaan punya utang finansial yang gede dalam bentuk cicilan bunga sama pembayaran pokok dalam jangka waktu yang lebih lama.

Pinjaman jangka panjang sering jadi perhatian khusus soalnya punya dampak jangka panjang ke keuangan perusahaan. Perusahaan harus bayar cicilan bunga secara rutin selama jangka waktu pinjaman, dan akhirnya harus lunasin pembayaran pokok. Makanya, perusahaan perlu perhatiin kemampuannya buat bayar utang ini dan jaga kestabilan keuangan jangka panjang.

3.3. Rasio Utang Jangka Panjang Terhadap Total Kapitalisasi

Rasio utang jangka panjang terhadap total kapitalisasi itu rasio yang ngebandingin antara total utang jangka panjang (biasanya dalam bentuk obligasi) dengan jumlah total utang jangka panjang ditambah total ekuitas perusahaan.

Buat ngitung rasio utang jangka panjang terhadap total kapitalisasi, kamu perlu bagi jumlah utang jangka panjang dengan jumlah total utang jangka panjang ditambah total ekuitas perusahaan. Total utang jangka panjang itu obligasi atau utang jangka panjang lainnya, sedangkan total ekuitas itu saham biasa, laba ditahan (untung yang nggak dibagiin ke pemegang saham), sama saham preferen (kalau ada).

Rasio ini ngasih gambaran seberapa gede perusahaan ngandelin utang jangka panjang buat menuhin kebutuhan keuangannya. Pas perusahaan ngumpulin dana buat ngembangin bisnisnya, mereka bisa milih buat nerbitin obligasi. Rasio utang jangka panjang terhadap total kapitalisasi nunjukkin sejauh mana perusahaan ngandelin dana ini dibanding sumber pendanaan lain, kayak ekuitas.

Kalau rasio ini tinggi, artinya sebagian gede dana yang dipakai buat ngebiayain operasional sama investasinya itu dari utang jangka panjang. Ini nunjukkin kalau perusahaan punya keterbatasan buat ngumpulin dana dari sumber lain, kayak pemegang saham atau laba ditahan. Tingkat utang yang tinggi juga bisa bikin risiko, soalnya perusahaan harus bayar bunga sama pokok pinjaman dalam jangka panjang, yang bisa ngurangin untung yang bisa mereka simpen.

Di sisi lain, kalau rasio utang jangka panjang terhadap total kapitalisasi rendah, perusahaan lebih ngandelin sumber pendanaan lain, kayak nerbitin saham atau laba ditahan dari kegiatan bisnisnya. Perusahaan dengan tingkat utang yang rendah punya kelonggaran yang lebih gede buat ngelola keuangannya dan lebih bisa ngatasin risiko keuangan yang muncul.

Saya ingetin lagi ya, rasio utang jangka panjang terhadap total kapitalisasi perlu dilihat dalam konteks industri sama kondisi keuangan perusahaan itu.

3.4. Rasio Utang Terhadap Ekuitas

Rasio ini ngukur hubungan antara dana yang dikasih kreditur sama dana yang dikasih pemegang saham buat ngebiayain investasi perusahaan.

Makin tinggi rasio utang terhadap ekuitas, makin tinggi juga pengembalian yang diterima pemegang saham. Artinya, pemegang saham perusahaan dengan leverage yang tinggi, punya keuntungan dapet laba setelah bunga dan pajak dibanding kreditur.

Di sisi lain, perusahaan dengan leverage yang tinggi, juga ningkatin risiko default pas pendapatan perusahaan turun, gara-gara tingginya biaya bunga yang harus dibayar.

3.5. Rasio Utang Jangka Panjang Terhadap Ekuitas

Rasio utang jangka panjang terhadap total ekuitas ngukur perbandingan antara total utang jangka panjang (biasanya obligasi) terhadap total ekuitas (saham biasa dan laba ditahan, serta saham preferen).

Rasio ini ngasih gambaran seberapa gede peran utang jangka panjang di struktur modal perusahaan dibanding ekuitasnya. Makin tinggi rasio utang jangka panjang terhadap total ekuitas, makin gede proporsi utang jangka panjang buat pendanaan. Ini nunjukkin kalau perusahaan punya tingkat ketergantungan yang lebih gede sama utang jangka panjangnya buat ngebiayain operasional maupun investasinya.

Lagi-lagi, penting buat kamu pahamin kalau tingkat utang yang tinggi itu nggak selalu jadi masalah, tergantung kondisi keuangan sama industri perusahaannya. Beberapa industri mungkin butuh tingkat utang yang lebih tinggi, kayak perusahaan infrastruktur yang butuh investasi gede buat proyek jangka panjang. Tapi, perusahaan juga perlu perhatiin risiko yang nyambung sama tingkat utang tinggi, kayak beban bunga yang gede sama keterbatasan ngelola likuiditas.

Rasio utang jangka panjang terhadap total ekuitas bantu perusahaan sama investor ngerti struktur modal perusahaan serta tingkat ketergantungannya sama utang jangka panjang. Perusahaan dengan rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas yang rendah cenderung punya tingkat kemandirian finansial yang lebih tinggi, soalnya punya lebih banyak ekuitas di struktur modalnya. Sebaliknya, perusahaan dengan rasio utang jangka panjang yang tinggi mungkin perlu lebih hati-hati ngelola risiko keuangannya.

4. Rasio Cakupan (Interest Coverage Ratio)

Rasio cakupan itu hampir sama kayak rasio likuiditas, cuma lebih fokus ke kemampuan perusahaan bayar bunga utang sesuai jadwal selama umur utang pakai pendapatan sebelum bunga dan pajaknya (EBIT).

Perusahaan yang nggak bisa bayar utangnya itu, bisa dianggap gagal bayar dan bisa bangkrut kalau kreditur minta pembayaran cepet.

Rasio Cakupan

Lihat Laba Rugi dan Neraca

4.1. Rasio Cakupan Bunga

Rasio cakupan bunga (time interest earned ratio) diitung dengan ngebagi pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan beban bunga.

Jadi, rasio ini ngasih gambaran berapa kali beban bunga dalam setahun ketutup sama pendapatan perusahaan. Atau dengan kata lain, rasio ini ngukur kemampuan perusahaan buat bayar bunga kontrak.

Perusahaan yang nggak bisa bayar beban bunga yang jatuh tempo, bisa berisiko bangkrut.

Contohnya, kalau time interest earned ratio itu 4, artinya pendapatan perusahaan empat kali lebih gede daripada beban bunga yang harus dibayar dalam setahun. Ini nunjukkin kalau perusahaan punya kemampuan finansial yang bagus buat bayar bunga secara rutin.

Sebaliknya, kalau nilai time interest earned ratio di bawah 1, itu nunjukkin perusahaan nggak bisa ngasilin duit buat bayar beban bunganya. Ini bisa jadi pertanda kalau perusahaan lagi kesulitan keuangan dan berisiko susah bayar beban bunga yang seharusnya dibayar. Kalau perusahaan nggak bisa bayar bunga, ini bisa bikin nggak bisa bayar utang dan bahkan bisa bangkrut.

Time interest earned ratio itu salah satu indikator penting yang bisa dipakai kreditur, investor, sama pihak lain yang terkait buat ngevaluasi kesehatan keuangan perusahaan. Tingkat rasio yang tinggi nunjukkin stabilitas keuangan dan kemampuan perusahaan bayar bunga. Sebaliknya, rasio yang rendah bisa jadi peringatan ada risiko keuangan dan perlu analisis lebih lanjut soal kemampuan perusahaan ngelola beban bunga.

4.2. Rasio Penutupan Kas

Rasio ini ngukur kas perusahaan yang ada buat bayar beban bunganya. Rasio ini diitung dengan ngebagi EBIT plus depresiasi dengan beban bunganya.

Depresiasi itu akun non-cash, jadi buat tahu posisi kas dengan pas, perlu ditambahin EBIT sama depresiasi.

Dengan pakai rasio ini, perusahaan bisa lihat berapa kali pendapatan sebelum bunga, pajak, dan depresiasi (EBITDA) bisa nutupin beban bunga yang harus dibayar. Makin tinggi rasio ini, makin gede kemampuan perusahaan buat bayar bunga tepat waktu.

Contohnya, kalau rasio ini 5, berarti pendapatan sebelum bunga, pajak, dan depresiasi (EBITDA) lima kali lebih gede daripada beban bunga yang harus dibayar. Ini nunjukkin kalau perusahaan punya kemampuan finansial yang bagus buat bayar bunga dan mastiin usahanya tetep jalan.


5. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

Rasio profitabilitas itu nyediain beberapa cara buat ngukur kinerja laba perusahaan dibandingin sama faktor-faktor yang ngaruh ke laba itu.

Makin tinggi nilai dari rasio profitabilitas, makin bagus kinerja perusahaan ngasilin laba.

Rasio Profitabilitas

Lihat Laba Rugi dan Neraca

5.1. Marjin Laba Kotor

Marjin laba kotor (gross profit margin) itu rasio yang diitung dengan ngebagi laba kotor dengan penjualan.

Gross profit margin itu ngasih gambaran seberapa efisien perusahaan jual produk atau jasanya. Makin tinggi rasio ini, makin tinggi juga untung yang didapet perusahaan dari penjualannya. Ini bisa gara-gara dua faktor: biaya produksi yang rendah atau harga jual yang tinggi.

Rasio ini juga nunjukkin persentase dari pendapatan penjualan yang dipakai buat bayar harga pokok penjualan (HPP). HPP itu biaya yang langsung nyambung sama produksi atau penyediaan barang atau jasa yang dijual. Pas ngitung gross profit margin, biaya itu dikurangin dari pendapatan penjualan buat cari selisih yang jadi keuntungan kotor perusahaan.

Gross profit margin ini penting soalnya ngegambarin efisiensi operasional sama untung yang didapet dari tiap unit produk atau jasa yang dijual. Perusahaan pengennya gross profit margin yang tinggi soalnya artinya mereka bisa maksimalin untung dan punya daya saing yang bagus di pasar.

5.2. Marjin Laba Operasi

Marjin laba operasi (operating profit margin) diitung dengan ngebagi pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan penjualan.

Operating profit margin itu penting banget karena ngasih gambaran untung yang dihasilin perusahaan sebelum ngitung pengaruh beban bunga sama pajak. Rasio ini ngukur seberapa efisien perusahaan ngasilin untung dari kegiatan operasional intinya.

EBIT sendiri punya peran penting buat ngitung laba bersih yang sebenernya atau economic value added (EVA). EVA itu konsep yang dipakai buat ngukur nilai tambah ekonomi yang dihasilin perusahaan. Dengan pakai EBIT di itungannya, kamu bisa lihat sejauh mana perusahaan bisa ngasilin laba yang lebih dari biaya modal yang dipakai di kegiatan operasionalnya.

5.3. Marjin Laba Bersih

Marjin laba bersih (net profit margin) diitung dengan ngebagi laba bersih perusahaan (EAT) dengan penjualan. Laba bersih perusahaan itu sisa untung setelah semua biaya, termasuk pajak, bunga, sama biaya operasional lain dikurangin.

Net profit margin itu penting banget karena bisa ngasih info soal efisiensi sama untung sebenernya yang didapet perusahaan setelah ngitung semua biaya yang nyambung sama operasional dan pengelolaan bisnis.

Gampangnya, rasio ini ngukur persentase laba bersih yang didapet perusahaan dari tiap penjualan yang dilakuin. Makin tinggi rasio ini, makin gede untung yang dihasilin perusahaan dari kegiatan penjualannya.

Tapi, perlu kamu pahamin kalau net profit margin juga dipengaruhin sama faktor lain di luar kendali perusahaan, misalnya harga bahan baku naik turun atau selera pasar berubah. Makanya, perusahaan perlu perhatiin faktor-faktor itu dan ngelakuin analisis dalem buat ngerti lebih baik performa keuangannya.

5.4. Return on Total Assets (ROA)

Return on total assets (ROA) biasa disebut juga return on investments (ROI).

ROA diitung dengan ngebagi laba bersih dengan total aset. Lebih jauh lagi, perhatiin hubungan ini:

ROA = \( \frac{\text{Laba Bersih}}{\text{Total Aset}} = \frac{\text{Laba Bersih}}{\text{Penjualan}} \times \frac{\text{Penjualan}}{\text{Total Aset}} \)

Dari hubungan itu, bisa disimpulin kalau ROA sama dengan net profit margin dikali perputaran aset.

Biasanya, perusahaan itu dihadapin sama pilihan mau punya net profit margin yang tinggi atau perputaran aset yang bagus. Jarang banget perusahaan bisa milih dua-duanya.

Perusahaan ritel punya net profit margin yang rendah, tapi perputaran asetnya tinggi. Sedangkan perusahaan yang jual barang antik dan seni tinggi, punya net profit margin yang tinggi, tapi perputaran asetnya rendah.

Nah, itu juga nyambung sama strategi perusahaan. Misalnya, buat ningkatin penjualan, perusahaan ngelonggarin kebijakan kreditnya. Ini ningkatin penjualan perusahaan, tapi ngehambat perputaran aset gara-gara piutang naik. Buat jaga ROA tetep tinggi atau di standar industri, perusahaan itu perlu ningkatin net profit margin-nya, dengan naikin harga penjualan.

5.5. Return on Equity (ROE)

ROE diitung dengan ngebagi laba bersih dengan ekuitas. Rasio ini nunjukkin seberapa jago perusahaan pakai ekuitas pemilik buat ngasilin laba.

ROE itu nutupin kelemahan earning per share (EPS) yang nggak ngitung modal yang dibutuhin buat ngasilin laba.

Ini konstruksi dari formula ROE atau biasa disebut analisis Du Pont. Analisis ini bilang kalau ROE itu hasil kali dari rasio net profit margin, rasio perputaran aset, sama rasio total aset terhadap ekuitas pemilik.

ROE = \( \frac{\text{Laba Bersih}}{\text{Ekuitas}} = \frac{\text{Laba Bersih}}{\text{Penjualan}} \times \frac{\text{Penjualan}}{\text{Total Aset}} \times \frac{\text{Total Aset}}{\text{Ekuitas}} \)

Dua rasio awal di analisis Du Pont itu formula buat ngitung ROA.

Jadi, dari persamaan Du Pont itu, analis bisa dapet info soal kinerja manajemen dalam hal operasional perusahaan, penjualan, sama manajemen keuangan.

Perusahaan yang operasionalnya ngandelin dana dari utang gede-gedean, bisa aja ngasilin ROE yang tinggi, gara-gara rasio total aset terhadap ekuitasnya naik. Buat nyikapin ini, beberapa analis cenderung lebih suka ROA dibanding ROE, soalnya di ROA, baik utang maupun modal dijadiin pembagi dari laba bersih.

Soal pengaruh struktur modal itu ke nilai ROE, masih banyak analis yang ngelakuin kesalahan dalam menginterpretasi ROE.

5.6. Return on Common Equity (ROCE)

Rasio ini diitung dengan ngebagi laba bersih yang ada buat pemegang saham biasa dengan nilai saham biasa.

Jadi, pas ngitung ROCE, laba bersih pemegang saham itu laba bersih dikurang dividen buat pemegang saham preferen. Sedangkan ekuitas pemegang saham biasa, itu selisih dari total ekuitas dengan ekuitas pemegang saham preferen.


6. Rasio Pemegang Saham dan Nilai Pasar

Rasio-rasio ini tergantung sama jumlah lembar saham biasa dan saham preferen yang dikeluarin, plus nilai buku sama nilai pasarnya juga.

Di contoh di tulisan ini, diasumsiin harga pasar saham PT XYZ per lembarnya itu 35 ribu rupiah.

Rasio Nilai Pasar

Lihat Laba Rugi dan Neraca

6.1. Laba Per Lembar Saham

Laba per lembar saham (earnings per share atau EPS) itu jumlah rupiah yang dihasilin dari tiap lembar saham biasa yang beredar.

Rasio ini diitung dengan ngebagi laba bersih buat pemegang saham biasa dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar.

Rasio EPS ngasih gambaran ke pemegang saham soal gedenya laba yang dihasilin dari tiap lembar saham yang dipunya. Makin tinggi EPS, makin gede laba yang didapet pemegang saham per lembar saham yang dipunya.

EPS juga dipakai sebagai indikator kinerja perusahaan. Kalau EPS naik dari tahun ke tahun, ini nunjukkin pertumbuhan laba yang positif sama kinerja keuangan yang bagus. Tapi, inget ya, EPS nggak ngasih gambaran lengkap soal kinerja perusahaan secara keseluruhan dan perlu diliat bareng faktor lain kayak pertumbuhan penjualan, marjin laba, sama faktor ekonomi.

Pemegang saham biasa sering pakai EPS sebagai acuan buat ngukur nilai investasinya dan ngebandingin kinerja perusahaan sama perusahaan lain di industri yang sama. Selain itu, investor juga merhatiin pertumbuhan EPS dari waktu ke waktu buat ngevaluasi potensi balik modal investasi.

6.2. Price to Earnings Ratio (PER)

PER itu rasio yang ngegambarin harga per lembar saham yang dibayar investor buat tiap rupiah laba perusahaan.

PER diitung dengan ngebagi harga pasar per lembar saham biasa dengan laba per lembar saham biasa.

Rasio ini bisa dibilang ngegambarin kepercayaan investor atas kemampuan perusahaan buat ngasilin laba di masa depan.

Perusahaan yang ada di industri di mana pendapatan sama labanya nggak terlalu dipengaruhin sama naik turunnya siklus bisnis, biasanya punya nilai PER yang tinggi dibanding PER perusahaan yang ada di industri di mana pendapatan sama labanya sangat dipengaruhin sama siklus bisnis dan kondisi ekonomi.

Misalnya, PER di industri barang konsumsi selalu lebih tinggi dibanding PER di industri properti. Ini gara-gara dalam kondisi ekonomi kayak gimana pun, konsumen bakal terus konsumsi produk dari perusahaan yang ada di industri barang konsumsi. Sedangkan buat industri properti, pas ekonomi lagi lesu, konsumen cenderung nahan pengeluaran buat beli rumah atau apartemen.

Terlalu ngandelin penilaian saham pakai PER itu bisa bikin investor salah jalan, soalnya nilai EPS yang dipakai buat ngebagi di itungan PER itu gampang banget dimainin sama perusahaan. Misalnya, perusahaan bisa aja ngelaporin nilai EPS yang tinggi tanpa perlu ningkatin penjualan dan cuma dengan ngubah kebijakan depresiasi, jual aset, ataupun nurunin rate penyisihan piutang tak tertagih.

Buat ngatasin itu, sebaiknya investor juga ngitung rasio price to sales, soalnya peningkatan laba yang berkualitas itu seharusnya kejadian gara-gara ada peningkatan penjualan.

6.3. Rasio Pembayaran Dividen

Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) diitung dengan ngebagi dividen yang dibagiin ke pemegang saham biasa dengan laba bersih perusahaan.

Dividend payout ratio itu ngasih info soal kebijakan dividen perusahaan, yaitu seberapa gede perusahaan bagiin laba ke pemegang sahamnya dibanding jumlah laba bersih yang dihasilin.

Kalau dividend payout ratio tinggi, artinya perusahaan bagiin sebagian gede laba ke pemegang saham. Ini bisa narik investor yang ngincer penghasilan dari dividen. Tapi, perlu diperhatiin kalau dividend payout ratio yang ketinggian juga ngurangin kemampuan perusahaan buat nahan laba buat pertumbuhan sama investasi di masa depan.

Di sisi lain, kalau dividend payout ratio rendah, perusahaan cenderung nahan lebih banyak laba buat dipakai ngembangin bisnis, bayar utang, atau investasi jangka panjang.

6.4. Rasio Laba Ditahan

Rasio laba ditahan (retention ratio) diitung dengan ngebagi laba ditahan dengan laba bersih perusahaan.

Retention ratio itu ngasih gambaran soal kebijakan perusahaan soal pemakaian laba bersihnya. Kalau retention ratio tinggi, artinya perusahaan lebih milih buat nahan sebagian gede laba buat dipakai ngembangin bisnis, investasi, penelitian, atau bayar utang. Ini nunjukkin fokus perusahaan ke pertumbuhan sama ekspansi.

Di sisi lain, kalau retention ratio rendah, perusahaan cenderung bagiin sebagian gede laba ke pemegang saham sebagai dividen. Ini nunjukkin kebijakan perusahaan yang lebih suka ngasih penghasilan ke pemegang saham daripada pakai dananya buat pertumbuhan internal.

Penting buat dipahamin kalau retention ratio sama dividend payout ratio itu saling nyambung. Kalau jumlah dividen yang dibagiin makin tinggi, maka retention ratio makin rendah, dan sebaliknya. Jumlah dividend payout ratio sama retention ratio harus sama dengan 1.

Retention ratio juga biasa dipakai buat ngitung tingkat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan.

6.5. Market to Book Value

Rasio ini diitung dengan ngebagi nilai pasar semua saham yang beredar dengan total ekuitas perusahaan.

Nilai pasar saham itu harga saham perusahaan yang ditentuin sama pasar, sedangkan nilai buku itu nilai ekuitas perusahaan yang dicatet di neraca.

Nilai market to book yang tinggi itu ngegambarin pasar optimis sama kemampuan perusahaan ngasih balik modal investasi, dan sebaliknya, nilai market to book yang rendah ngegambarin pasar pesimis sama prospek perusahaan.


7. Penutup

Analisis rasio laporan keuangan itu salah satu alat ukur yang sering dipakai analis fundamental buat nentuin kinerja keuangan perusahaan.

Analisis rasio sendiri itu gampang banget dilakuin karena nggak butuh itungan yang ribet dan udah ada formula baku yang siap dipakai buat ngitungnya.

Segitu dulu ya tulisan saya soal cara ngukur kinerja keuangan perusahaan pakai analisis rasio di excel.

Stay safe and stay healthy. Take care!

Ardya
Ardya Accountant. Financial Consultant. Blogger
Ad
Promosi Produk

Apple iPhone 16 Pro Max

Apple Authorised Reseller di Lazada!

Rp 22.729.000

★★★★★ (REVIEW)

70+ terjual!

🛒 Cek Sekarang
Promo Spesial Untuk Anda!
adidas Running Duramo 10 Shoes Men Grey
Diskon eksklusif cuma di Official adidas Lazada!
⭐ 4.9 🛍️ 300+ terjual Rp900.000 Rp715.000 --
🛒 Lihat Sekarang
Ad
HTD Sport Dumbbell Set PVC 10-40 KG
Latihan #DiRumahAja makin efektif!
⭐ 4.9 🛍️ 2,4K terjual Rp499.000 Rp125.000
🛒 Lihat Sekarang
Ad
Promosi

🧠 Buka Rahasia Uang di The Psychology of Money!

Kaya bukan soal pintar, tapi soal perilaku. Buku fenomenal ini bongkar cara berpikir orang sukses soal uang—dan bisa jadi game-changer hidupmu.
Eksklusif dari Gramedia Official Store!